Etos Budaya Maritim Sulawesi Selatan Refresentasi Identitas Budaya Maritim Nasional

 

TEMU BUDAYA. Pembina LAPAKKSS Ajiep Padindang (tengah) menyerahkan buku "Budaya Politik dan Politik Budaya kepada Antropolog Unhas Prof Munsi Lampe (paling kanan) pada Temu Budaya Akhir Tahun 2024 dengan tema “Refleksi Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju Tahun 2025”, di Gedung MULO Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024. (ist)


-----

PEDOMAN KARYA

Selasa, 14 Januari 2025

 

Temu Budaya Sulawesi Selatan (8):

 

Etos Budaya Maritim Sulawesi Selatan Refresentasi Identitas Budaya Maritim Nasional

 

Laporan: Asnawin Aminuddin

(Wartawan Pedoman Karya)

 

Indonesia dengan kondisi keberagaman kelompok etnik dan kebudayaannya dikenal sebagai salah satu negara dan bangsa maritim besar di dunia.

“Segenap fakta geografi, demografi, ekonomi, dan sejarah yang sarat dengan budaya maritim memperkuat pengakuan identitas kemaritiman Indonesia, terkhusus Sulawesi Selatan, dalam konteks dunia internasional,” kata antropolog Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Munsi Lampe.

Hal itu ia kemukakan saat tampil sebagai pembicara pada Temu Budaya Akhir Tahun 2024 dengan tema “Refleksi Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju Tahun 2025”, di Gedung MULO Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024.

Temu Budaya yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKKSS), dibagi dua kegiatan, yaitu “Dialog Budaya” pada siang hari dan “Pertunjukan Seni dan Dialog Kesenian” pada malam hari.

Munsi Lampe membawakan materi: “Budaya Religius, Budaya Maritim: Refleksi Budaya Sulawesi Selatan 2024”, dengan sub tema “Dari Layar ke Darat, Maritim sebagai Identitas Budaya Sulawesi Selatan.”

Guru Besar Bidang Ilmu Antropologi, Fisipol Unhas, mengatakan, Konsepsi Benua Maritim Indonesia (BMI) dan Pembangunan Benua Maritim Indonesia (PBMI) dari BJ Habibie, Visi Pembangunan Nasional Kemaritiman “Menjadikan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia” dari Presiden Joko Widodo, dan visi-visi pembangunan maritim lainnya merepleksikan gagasan dan perencanaan pembangunan peradaban yang holistik dan identitas kemaritimannya dalam konteks nasional dan dunia.

Munsi menyebut kelompok etnik cikal bakal maritim Nusantara / Indonesia yang eksis antara lain Bugis (Teluk Bone, Sulawesi Selatan), Makassar (Galesong-Takalar, Sulawesi Selatan), Mandar (Majene dan Polewali, Sulawesi Barat), Buton (Pulau Buton, Sulawesi Tenggara), Bajo (Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, Maluku, dan lain-lain), dan Madura (Pulau Madura, Jawa Timur).

“Diikuti oleh beragam kelompok etnik pewaris kebudayaan maritim berikutnya hingga masa Indonesia merdeka,” kata Munsi.

 

Fokus dan Etos Kebudayaan Indonesia

 

Kemaritiman Nusantara / Indonesia (dengan keberagaman kelompok etniknya) dimaknai sebagai bidang pokok / dominan kehidupan yang ingin dikembangkan dan dipertahankan (Tradisi Maritim Besar, konsepsi BMI dan PBMI, visi “Poros Maritim Dunia”, dan visi-visi maritim lainnya).

Munsi menyebut tujuh tradisi maritim besar dari masa-masa kerajaan maritim Nusantara, yaitu (1) politik- pemerintahan, (2) pelayaran dan perdagangan, (3) industri kapal dan pelabuhan, (4) arsitektur, (5) filsafat dan ilmu pengetahuan, (6) pertahanan-keamanan, dan (7) hukum laut.

Selanjutnya, Munsi menyebut 12 unsur maritim Benua Maritim Indonesia (BMI) dan Pembangunan Benua Maritim Indonesia (PBMI), yaitu (1) perikanan laut (p. tangkap, p. budidaya, p. tambak, (2) transportasi/infrastruktur, (3) industri maritim, (4) pertambangan dan energi, (5) industri pariwisata maritim.

(6) ketenagakerjaan maritim, (7) pendidikan maritim, (8) pengembangan sosial-budaya maritim desa pantai dan pulau-pulau, (9) hukum laut dan regulasi ruang perairan, (10) manajemen informasi maritim, (11) survei, mapping, penelitian ilmiah dan teknologi maritim, serta (12) pengelolaan sumberdaya laut pantai dan pulau-pulau.

Tentang Visi Poros Maritim Dunia, Munsi mengutarakan bahwa ada lima pilar / bidang pembangunan dalam visi poros maritim dunia, maliputi (1) kebudayaan maritim, (2) ekonomi maritim, (3) infrastruktur maritim, (4) diplomasi maritim, serta (5) pertahanan dan keamanan maritim.

 

Etos / Identitas Kebudayanan Maritim Bugis – Makassar dan Mandar

 

Sebagai etos budaya, kemaritiman dilihat dan dimaknai sebagai identitas atau penciri kelompok-kelompok suku bangsa dan bangsa Indonesia, yang mewujud dalam keunikan watak khas, sikap mental, dan perilaku (kepelayaran), bahasa, organisasi, teknologi dan dan arsitektur perahu, seni dan religi, dan sebagainya, tecermin keluar sehingga dapat dikenali oleh bangsa-bangsa lain.

“Fokus dan etos budaya maritim Indonesia, terkhusus Sulawesi Selatan, adalah menarik diperbincangkan, bahkan mutlak untuk dikaji dalam rangka pembangunan peradaban bangsa maritim ini ke depan,” tandas Munsi.

Fokus dan etos budaya kemaritiman Sulawesi Selatan sebagai representasi identitas budaya maritim nasional yang mencolok dalam konteks nasional dan global, antara lain mengenai kapal atau perahu, pelayaran atau perdagangan,serta rute-rutenya.

Tipe-tipe perahu tradisional dan perahu baru milik pelaut Bugis-Makassar dan Mandar, yaitu Palari (Bugis, Makassar): Transportasi Perahu (TP), Pajala (Bugis, Makassar): Fishing Prahu (FP), Patorani (Makasar): Fishing Perahu.

Juga Padewakang (Makasar): Transportasi Perahu, Pinisi (Bugis): Transportasi Perahu, Lambo tipe Mandar dan tipe Buton: Transportasi Perahu, Sandeq, Pangkur, Bago (Mandar): Fishing Perahu dan Transportasi Perahu, Perahu Bagang (Bugis): Fishing Perahu.

Jarangkaq (Bajo): Fishing Perahu, Jolloro --type perahu 1980 sampai sekarang (Bugis-Makassar: Fishing Perahu dan Transportasi Perahu, Body (Bugis, Makassar, Mandar, Buton), New type ship made of wood begun in 1970s/1980s-now: Transportasi Perahu dan Fishing Perahu, serta Perahu Gae/Parenggeq (Bugis, Makassar): Fishing Perahu (sejak periode 1980an). (bersambung)


.....

Artikel Bagian 7: Pupuk Keberagaman, Biasakan Berembuk

Artikel Bagian 6: Budaya Lokal Memberi Kekayaan Terhadap Agama

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama