Gerakan Pemajuan Kebudayaan Indonesia dan Sulawesi Selatan

TEMU BUDAYA AKHIR TAHUN 2024 dengan tema “Refleksi Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju Tahun 2025”, di Gedung MULO Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024.

 

-----

PEDOMAN KARYA

Selasa, 07 Januari 2025

 

Temu Budaya Sulawesi Selatan (4):

 

Gerakan Pemajuan Kebudayaan Indonesia dan Sulawesi Selatan

 

Laporan: Asnawin Aminuddin

(Wartawan Pedoman Karya)

 

Untuk Menuju Tahun Emas – 2045 diperlukan Gerakan Pemajuan Kebudayaan agar Revolusi Sosial Budaya tidak melenceng dari visi, misi dan tujuan berbangsa indonesia dalam wadah NKRI.

Pemajuan Kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahahan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.

“Dengan demikian, pemajuan kebudayaan daerah diartikan sebagai kontribusi budaya daerah di tengah peradaban Indonesia melalui upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan daerah,” kata Pembina Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulsel (LAPAKKSS) yang juga Pembina Yayasan Sulapa Eppae (YSE) dan Pembina Yayasan Jaringan Advokasi Pembangunan dan Politik (JAPPI), Ajiep Padindang.

Berbicara pada Temu Budaya Akhir Tahun 2024 dengan tema “Refleksi Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju Tahun 2025”, di Gedung MULO Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024, Ajiep mengatakan, Gerakan Pemajuan Kebudayaan Indonesia secara sistematis yakni terencana dan bertanggungjawab, dimulai saat UU No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Memang terasa lambat pelaksanaan undang-undang ini sebab PP dan Perpres yang mengatur teknis pelaksanaan lambat dikeluarkan, khususnya yang terkait dengan PP Pemajuan Kebudayaan yang baru dikeluarkan melalui PP No.87 Tahun 2021.

“Namun bukan berarti setelah UU No.5 Tahun 2017 dikeluarkan, tidak ada tindak lanjut pelaksanaan undang-undang, sebab sudah ada Peraturan Presiden No.65 Tahun 2018 Tentang Tata Cara dan Pedoman Penyusunan Pokok-Pokok Pemajuan Kebudayaan,” kata Ajiep.

Arah Pemajuan Kebudayaan Indonesia lebih jelas dan tegas setelah terbit PP No.87 Tahun 2021, Peraturan Presiden No.114 Tahun 2022 Tentang Strategi Kebudayaan dan Peraturan Presiden No.115 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan Tahun 2025 – 2045.

Secara fundamental sangat kuat untuk menjadi dasar penyusunan kebijakan, agenda, program dan kegiatan melalui RPJPN 2025 – 2045, RPJMN 2025 – 2029 dan Renstra Kementerian Kebudayaan, sehingga APBN untuk bidang kebudayaan akan jelas, serta tetap berlanjutnya Dana Indonesiana – LPDP (Dana Abadi Kebudayaan).

 

Kementerian Kebudayaan

 

Ajiep mengatakan, dibentuknya Kementerian Kebudayaan dalam Kabinet Merah Putih Era Kepemimpinan Presiden Prabowo Subiyanto, merupakan jawaban yang tegas tentang sebuah gerakan yang simultan tentang Pemajuan Kebudayaan Indonesia.

Tahun 2025 – 2029, merupakan peletakan landasan yang kuat secara institusional menuju Revolusi Budaya (Baca Sosial Budaya) Tahun Emas Indonesia – 2045 (Seratus Tahun Kemerdekaan).

“Bukankah sesungguhnya tahun 1945 adalah suatu revolusi sosial politik Indonesia yang direformasi tahun 1998, namun tidak menemukan suatu budaya politik yang bersesuai dengan kebudayaan asli Indonesia,” tanya Ajiep.

Pemajuan Kebudayaan Indonesia, katanya, harus digerakkan secara struktural (Pemerintahan dan Politik) berbarengan secara fungsional melalui penataan kapasitas internal manusia Indonesia dan secara eksternal dengan lingkungan sosialnya, sehingga mampu memunculkan tokoh-tokoh penggerak Pemajuan Kebudayaan.

“Secara regulasi dan kebijakan Pemerintah sudah baik, namun harus dilaksanakan secara gerakan yang konsisten, berkelanjutan dan berkeadilan,” tandas Ajiep.

 

Gerakan Pemajuan Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan

 

Gerakan Pemajuan Kebudayaan Daerah akan sangat menentukan keberhasilan Gerakan Pemajuan Kebudayaan Indonesia, khususnya pada tahap pertama, 2025 -2029, sebagai langkah strategis dan taktis untuk mewujudkan Revolusi Budaya 2045.

“Mengacu pada definisi Pemajuan Kebudayaan Indonesia, maka saya menerjemahkannya bahwa upaya meningkatkan ketahanan budaya daerah sebagai kontribusi di tengah peradaban Indonesia yaitu melalui upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan daerah,” tutur Ajiep.

Penekanannya adalah peran pemajuan kebudayaan daerah dalam memberikan kontribusinya. Karena itu, kata Ajiep, kembali dipertegas bahwa Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan adalah segala hasil cipta dan karya manusia Sulawesi Selatan yang beragam dan memiliki nilai religius.

Kebudayaan daerah yang dapat dikontribusikan, lanjutnya, dapat dilihat dari aspek bahasa, tradisi, adat istiadat (pangngadereng), pengetahuan tradisional, serta benda- benda budaya, bahkan kawasan situs sejarah dan kepurbakalaan.

“Berdasar pada regulasi di tingkat pusat, mulai dari UU, Perpres hingga peraturan menteri, sesungguhnya sudah cukup untuk menjadi dasar menyusun regulasi yang mendasar bagi pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, sehingga dapat lebih lanjut dijabarkan dalam Dokumen Perencanaan Dan Penganggaran Sampai pada APBD,” papar Ajiep.

Dia mengungkapkan, penyusunan dan penetapan regulasi dan dokumen perencanaan dan penganggaran memang masih lemah dan lambat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah (pengecualian pada beberapa kabupaten/kota), bahkan Perda Pemajukan Kebudayaan Sulsel yang telah diusulkan oleh LAPAKKSS dan YSE sesuai Hasil Kongres Kebudayaan Tahun 2023, hingga akhir Tahun 2024, belum dibahas dan ditetapkan.

“Terakhir diluncurkan dalam Program Legislasi DPRD Sulsel Tahun 2025, padahal diajukan sejak Juni Tahun 2024. Naskah akademik dan draf Ranperda, disusun dengan biaya YSE (Yayasan Sulapa Eppae),” ungkap Ajiep.

Ajiep mengatakan, perlu disusun suatu Strategi Gerakan Pemajuan Kebudayaan Daerah yang melibatkan semua pihak, untuk menyepahami dan menyepakati tahapan, materi, pengorganisasian hingga sdm pengelola.

“Jika pada Tingkat pusat sudah ada Kementerian Kebudayaan, maka sudah saatnya provinsi dan kabupaten/kota di Sulsel seharusnya sudah ada juga Dinas Kebudayaan, pada tahun 2025. Memang sekarang Kota Makassar dan Bone, sudah ada Dinas Kebudayaan tersendiri, tapi provinsi dan daerah lainnya belum ada, karena terbentur pada peraturan tentang pembentukan OPD, Organisasi Perangkat Daerah,” kata Ajiep.

Paradigma Pemajuan Kebudayaan Daerah, lanjutnya, memang harus menyesuaikan dengan Pola Pemajuan Kebudayaan Indonesia yang harus dilaksanakan dengan pendekatan perencanaan strategik yakni secara simultan aspek regulasi, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. (bersambung)


.....

Tulisan bagian 3: Transformasi Kebudayaan dari Zaman Purba Hingga Zaman Revolusi Teknologi Informasi

Tulisan bagian 2: Sulawesi Selatan Contoh Nyata Adat dan Agama Berjalan Berdampingan Secara Harmonis



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama