-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 07 Januari 2025
Temu Budaya Sulawesi Selatan (4):
Gerakan Pemajuan
Kebudayaan Indonesia dan Sulawesi Selatan
Laporan: Asnawin Aminuddin
(Wartawan Pedoman Karya)
Untuk Menuju Tahun Emas – 2045 diperlukan
Gerakan Pemajuan Kebudayaan agar Revolusi Sosial Budaya tidak melenceng dari visi,
misi dan tujuan berbangsa indonesia dalam wadah NKRI.
Pemajuan Kebudayaan adalah upaya
meningkatkan ketahahan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah
peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan
kebudayaan.
“Dengan demikian, pemajuan kebudayaan
daerah diartikan sebagai kontribusi budaya daerah di tengah peradaban Indonesia
melalui upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan
daerah,” kata Pembina Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulsel
(LAPAKKSS) yang juga Pembina Yayasan Sulapa Eppae (YSE) dan Pembina Yayasan
Jaringan Advokasi Pembangunan dan Politik (JAPPI), Ajiep Padindang.
Berbicara pada Temu Budaya Akhir Tahun
2024 dengan tema “Refleksi Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju
Tahun 2025”, di Gedung MULO Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Sulawesi Selatan, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024,
Ajiep mengatakan, Gerakan Pemajuan Kebudayaan Indonesia secara sistematis yakni
terencana dan bertanggungjawab, dimulai saat UU No.5 Tahun 2017 tentang
Pemajuan Kebudayaan.
Memang terasa lambat pelaksanaan
undang-undang ini sebab PP dan Perpres yang mengatur teknis pelaksanaan lambat
dikeluarkan, khususnya yang terkait dengan PP Pemajuan Kebudayaan yang baru
dikeluarkan melalui PP No.87 Tahun 2021.
“Namun bukan berarti setelah UU No.5 Tahun
2017 dikeluarkan, tidak ada tindak lanjut pelaksanaan undang-undang, sebab
sudah ada Peraturan Presiden No.65 Tahun 2018 Tentang Tata Cara dan Pedoman
Penyusunan Pokok-Pokok Pemajuan Kebudayaan,” kata Ajiep.
Arah Pemajuan Kebudayaan Indonesia lebih
jelas dan tegas setelah terbit PP No.87 Tahun 2021, Peraturan Presiden No.114
Tahun 2022 Tentang Strategi Kebudayaan dan Peraturan Presiden No.115 Tahun 2024
tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan Tahun 2025 – 2045.
Secara fundamental sangat kuat untuk
menjadi dasar penyusunan kebijakan, agenda, program dan kegiatan melalui RPJPN
2025 – 2045, RPJMN 2025 – 2029 dan Renstra Kementerian Kebudayaan, sehingga
APBN untuk bidang kebudayaan akan jelas, serta tetap berlanjutnya Dana
Indonesiana – LPDP (Dana Abadi Kebudayaan).
Kementerian Kebudayaan
Ajiep mengatakan, dibentuknya Kementerian
Kebudayaan dalam Kabinet Merah Putih Era Kepemimpinan Presiden Prabowo
Subiyanto, merupakan jawaban yang tegas tentang sebuah gerakan yang simultan
tentang Pemajuan Kebudayaan Indonesia.
Tahun 2025 – 2029, merupakan peletakan
landasan yang kuat secara institusional menuju Revolusi Budaya (Baca Sosial
Budaya) Tahun Emas Indonesia – 2045 (Seratus Tahun Kemerdekaan).
“Bukankah sesungguhnya tahun 1945 adalah
suatu revolusi sosial politik Indonesia yang direformasi tahun 1998, namun
tidak menemukan suatu budaya politik yang bersesuai dengan kebudayaan asli
Indonesia,” tanya Ajiep.
Pemajuan Kebudayaan Indonesia, katanya,
harus digerakkan secara struktural (Pemerintahan dan Politik) berbarengan
secara fungsional melalui penataan kapasitas internal manusia Indonesia dan
secara eksternal dengan lingkungan sosialnya, sehingga mampu memunculkan
tokoh-tokoh penggerak Pemajuan Kebudayaan.
“Secara regulasi dan kebijakan Pemerintah
sudah baik, namun harus dilaksanakan secara gerakan yang konsisten,
berkelanjutan dan berkeadilan,” tandas Ajiep.
Gerakan Pemajuan Kebudayaan Daerah Sulawesi
Selatan
Gerakan Pemajuan Kebudayaan Daerah akan
sangat menentukan keberhasilan Gerakan Pemajuan Kebudayaan Indonesia, khususnya
pada tahap pertama, 2025 -2029, sebagai langkah strategis dan taktis untuk
mewujudkan Revolusi Budaya 2045.
“Mengacu pada definisi Pemajuan Kebudayaan
Indonesia, maka saya menerjemahkannya bahwa upaya meningkatkan ketahanan budaya
daerah sebagai kontribusi di tengah peradaban Indonesia yaitu melalui upaya
perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan daerah,” tutur
Ajiep.
Penekanannya adalah peran pemajuan
kebudayaan daerah dalam memberikan kontribusinya. Karena itu, kata Ajiep, kembali
dipertegas bahwa Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan adalah segala hasil cipta
dan karya manusia Sulawesi Selatan yang beragam dan memiliki nilai religius.
Kebudayaan daerah yang dapat
dikontribusikan, lanjutnya, dapat dilihat dari aspek bahasa, tradisi, adat
istiadat (pangngadereng), pengetahuan tradisional, serta benda- benda budaya,
bahkan kawasan situs sejarah dan kepurbakalaan.
“Berdasar pada regulasi di tingkat pusat,
mulai dari UU, Perpres hingga peraturan menteri, sesungguhnya sudah cukup untuk
menjadi dasar menyusun regulasi yang mendasar bagi pemerintah daerah provinsi, kabupaten
dan kota, sehingga dapat lebih lanjut dijabarkan dalam Dokumen Perencanaan Dan
Penganggaran Sampai pada APBD,” papar Ajiep.
Dia mengungkapkan, penyusunan dan penetapan
regulasi dan dokumen perencanaan dan penganggaran memang masih lemah dan lambat
ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah (pengecualian pada beberapa kabupaten/kota),
bahkan Perda Pemajukan Kebudayaan Sulsel yang telah diusulkan oleh LAPAKKSS dan
YSE sesuai Hasil Kongres Kebudayaan Tahun 2023, hingga akhir Tahun 2024, belum
dibahas dan ditetapkan.
“Terakhir diluncurkan dalam Program
Legislasi DPRD Sulsel Tahun 2025, padahal diajukan sejak Juni Tahun 2024. Naskah
akademik dan draf Ranperda, disusun dengan biaya YSE (Yayasan Sulapa Eppae),” ungkap
Ajiep.
Ajiep mengatakan, perlu disusun suatu
Strategi Gerakan Pemajuan Kebudayaan Daerah yang melibatkan semua pihak, untuk
menyepahami dan menyepakati tahapan, materi, pengorganisasian hingga sdm
pengelola.
“Jika pada Tingkat pusat sudah ada
Kementerian Kebudayaan, maka sudah saatnya provinsi dan kabupaten/kota di
Sulsel seharusnya sudah ada juga Dinas Kebudayaan, pada tahun 2025. Memang
sekarang Kota Makassar dan Bone, sudah ada Dinas Kebudayaan tersendiri, tapi
provinsi dan daerah lainnya belum ada, karena terbentur pada peraturan tentang
pembentukan OPD, Organisasi Perangkat Daerah,” kata Ajiep.
Paradigma Pemajuan Kebudayaan Daerah, lanjutnya, memang harus menyesuaikan dengan Pola Pemajuan Kebudayaan Indonesia yang harus dilaksanakan dengan pendekatan perencanaan strategik yakni secara simultan aspek regulasi, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. (bersambung)
.....
Tulisan bagian 3: Transformasi Kebudayaan dari Zaman Purba Hingga Zaman Revolusi Teknologi Informasi
Tulisan bagian 2: Sulawesi Selatan Contoh Nyata Adat dan Agama Berjalan Berdampingan Secara Harmonis