-----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 03 Januari 2025
IPK 3,0 Calon Guru
Ikut PPG Syarat Mutu & Kompetensi Akademik
Oleh: Achmad Ramli Karim
(Ketua Dewan Kehormatan & Kode Etik
APSI Sulsel)
Sebagai mantan Ketua Asosiasi Pengawas
Sekolah/Madrasah Indonesia (APSI) Provinsi Sulsel (Periode 2017-2022), saya
merasa patut memberikan apresiasi (penghargaan) yang setinggi-tingginya kepada
Dirjen GTK, atas rencana penerapan kualifikasi akademik (IPK) minimal 3,0
sebagai salah satu dari 10 persyaratan mengikuti seleksi Pendidikan Profesi
Guru (PPG) Prajabatan 2025.
Informasi mengenai 10 kriteria calon guru
yang dapat mengikuti seleksi PPG Prajabatan 2025, salah satunya terkait IPK
(Indeks Prestasi Kumulatif). Guru dengan kompetensi akademik (IPK) minimal
3,00, dipastikan dapat mengikuti seleksi Pendidikan Profesi Guru atau PPG
Prajabatan 2025. Nunuk Suryani selaku Dirjen GTK mengumumkan bahwa pendaftaran
seleksi PPG Prajabatan akan dibuka mulai Maret 2025 mendatang.
Mendukung perekrutan calon guru dengan
kriteria IPK minimal 3,00 (tiga koma nol), harus dijadikan syarat utama dalam
penerimaan calon pendidik dan tenaga kependidikan. Karena krisis mutu
pendidikan selama ini, adalah rendahnya kualitas SDM, wawasan serta kemampuan
analisis (kempetensi akademik) yang dimiliki oleh sebagian besar guru.
Akibatnya, baik pendidik maupun tenaga
kependidikan lainnya, tidak mampu mengembangkan inovasi/kreativitasnya dalam
upaya meningkatkan kualitas dan mutu hasil kerjanya (orientasi kinerja).
Sementara cara kerja profesional pengembangan kreativitas (inovasi), harus
ditunjang oleh wawasan atau kompetensi akademik yang luas.
Kompetensi akademik adalah kemampuan,
pengetahuan, dan pemahaman seseorang dalam bidang keilmuan. Kompetensi akademik
dapat diukur melalui Tes Kompetensi Akademik (TKA) yang sering digunakan
sebagai salah satu kriteria seleksi masuk perguruan tinggi.
TKA menekankan pada tingkat High Order
Thingking Skills (HOTS). Perguruan tinggi menggunakan hasil tes ini untuk
memilih calon mahasiswa yang memiliki potensi untuk berhasil dan berkontribusi
dalam lingkungan akademik.
Selain TKA, ada juga Tes Potensi Akademik
(TPA) yang mengukur kemampuan berpikir calon mahasiswa. TPA dibagi menjadi
empat subtes, yaitu: Tes bahasa (verbal), Tes angka (numerik), Tes logika, dan
Tes gambar (spasial).
Sudah saatnya tes kompetensi akademik
(TKA) diterapkan sebagai syarat mutu untuk menjaring calon guru yang akan ikut
PPG 2025. Selain kompetensi akademuk, menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang pendidik
atau guru adalah: Pedagogik, Kepribadian, Sosial, Profesional.
Berdasarkan pengalaman penulis sebagai
pengawas sekolah di satuan pendidikan, mayoritas guru masih menggunakan metode
klasik yaitu ceramah dan diskusi dalam mengelola pembelajaran di kelas. Dimana
guru pada umumnya dinilai kurang mampu mengembangkan media, pendekatan, serta
model- model pembelajaran yang menarik minat dan motivasi belajar peserta
didik.
Sementara kinerja pendidik, penunjang
utamanya adalah sumber daya manusia (SDM) dan kompetensi akademik. Ditemukan
rata-rata guru hanya memiliki 1 (satu) sumber literasi sama dengan sumber
belajar peserta didik, yang seharusnya sumber belajar (literasi) guru minimal
2-3 buku dan sumber bacaan lainnya.
Berkaitan dengan perubahan istilahnya, PPG
Calon Guru (Prajabatan) yang sekarang memiliki beberapa perbedaan mendasar
dibandingkan dengan PPG Prajabatan tahun sebelumnya.
Dilansir dari laman web resmi PPG
Kemdikbud, saat ini, peserta PPG ditentukan berdasarkan analisis kebutuhan guru
di lapangan. Lulusan PPG Calon Guru (Prajabatan) sekarang pun dijamin untuk
direkrut menjadi guru.
Selain itu, praktik pengalaman lapangan
tidak lagi dilakukan di akhir program, tetapi dimulai sejak awal semester.
Kegiatan ini terintegrasi dengan mata kuliah yang sedang dipelajari, sehingga
peserta dapat langsung menerapkan teori ke dalam praktik.
Perbedaan lainnya juga mencakup integrasi
induksi guru pemula, struktur kurikulum yang lebih beragam, pelibatan guru
penggerak dan praktisi pendidikan, serta sinerginya dengan pemangku
kepentingan, seperti universitas dan sekolah.
Hingga kini, Direktorat Pendidikan Profesi
Guru Kemdikbud Ristek belum mengumumkan jadwal resmi pendaftaran seleksi PPG
Calon Guru Prajabatan tahun 2025. Namun, berdasarkan perkiraan, pendaftaran kemungkinan
akan dibuka pada Maret atau April 2025 mendatang.
Persyaratan pendaftaran PPG Calon Guru,
salah satunya yakni peserta tidak terdaftar sebagai guru atau kepala sekolah
dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Selain itu, terdapat batasan usia
maksimal 32 tahun.
Berikut ini syarat lengkap pendaftaran PPG
Calon Guru: (1) Berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). (2) Tidak
terdaftar sebagai Guru atau Kepala Sekolah dalam Data Pokok Pendidikan
(Dapodik).
(3) Berusia maksimal 32 tahun pada tanggal
31 Desember tahun pendaftaran. (4) Memiliki gelar sarjana (S-1) atau diploma
empat (D-IV) yang terdaftar di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti) atau
diakui melalui proses penyetaraan ijazah bagi lulusan perguruan tinggi luar
negeri.
(5) Memiliki IPK minimal 3,00 pada skala
4,00. (6) Memiliki surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari pihak yang
berwenang. (7) Melampirkan surat keterangan berkelakuan baik. (8) Menyertakan
surat keterangan bebas narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(NAPZA).
(9) Menandatangani pakta integritas
sebagai bentuk kesanggupan mematuhi aturan program. (10) Mengikuti proses
seleksi yang meliputi seleksi administrasi, tes substantif, dan wawancara.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa
SDM dan kompetensi pendidik dan tendik menjadi syarat utama dalam upaya
meningkatkan kinerja dan mutu penyelenggaraan pendidikan pada Satuan
Pendidikan.
Asumsi publik selama ini bahwa untuk
meningkatkan kualitas kerja guru, haruslah dengan pendekatan kesejahteraan.
Sebab bagaimana guru berupaya meningkatkan mutu proses pembelajaran, jika masih
memikirkan soal dapur keluarganya, sehingga ia harus mencari nafkah tambahan di
luar jam mengajarnya untuk menutupi kebutuhan dapur keluarganya.
Ternyata asumsi pendekatan kesejahteraan tersebut keliru dan tidak terbukti, setelah beberapa tahun guru menikmati berbagai tunjangan di luar gaji. Hal ini terbukti dengan pemberian tunjangan sertifikasi guru dan TPP, ternyata tidak mampu mengukur mutu hasil kerjanya, terutama mutu proses pembelajaran.***