Mashadi Maili Tumbuhkan Tradisi Literasi dan Tradisi Intelektual di Kalangan Anak Muda

Mashadi Maili (pakai topi, baju merah maron) bersama teman-temannya alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.

 

-----

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 11 Januari 2025

 

Cendekia Berpribadi dan Intelektual Organik Mashadi Maili (4-habis):

 

Mashadi Maili Tumbuhkan Tradisi Literasi dan Tradisi Intelektual di Kalangan Anak Muda

 

Oleh: Syarifuddin Jurdi

(Dosen UIN Alauddin Makassar)


Kembali memahami posisi intelektual, Mashadi Maili sebagai suatu manifestasi dari panggilan hidupnya, dengan caranya sendiri sudah dia lakukan seperti berkarya dan mencerahkan umat. 

Itulah yang dapat kita maknai sebagai “cendekiawan berpribadi” yang selalu dinyanyikan oleh kader-kader IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) ketika mereka melakukan kegiatan formal, baik kegiatan pengkaderan maupun kegiatan umumnya lainnya. 

Mars IMM itu bukanlah suatu simbol atau semboyang semata, tetapi memiliki arti dan makna yang mendalam. Apabila kader IMM memahami artinya dan maknanya, maka mereka akan merasa malu kalau tidak mengambil bagian dan ikut berperan dalam kehidupan publik yang lebih luas, terutama dalam mencerahkan kehidupan umat, bangsa dan negara. 

Mashadi yang saya kenal memiliki prinsip moral dan etika yang tinggi dalam soal ini. Melalui pengkaderan di IMM, Mashadi menanamkan sikap dan pandangan kritis terhadap kehidupan umat dan bangsa, sembari memperkuat dan memperdalam nilai-nilai spiritual kader.

Point kedua dari kepedulian intelektual Mashadi Maili dalam soal ini adalah menumbuhkan tradisi literasi dan tradisi intelektual di kalangan kaum muda. 

Ketika Mashadi menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Sultan Amai Gorontalo sekitar tahun 2017, saya dan kolega Drs Wahyuddin Halim MA PhD dari UIN Alauddin Makassar memperoleh ruang untuk berbagi pengetahuan dengan sivitas akademika IAIN Gorontalo, khususnya sivitas akademika tempat beliau (Mashadi) pimpin. 

Perhatian beliau pada anak-anak muda, khususnya mahasiswa IAIN Gorontalo dengan menyediakan forum khusus agar saya dan kolega saya itu dapat memberi pencerahan dan semangat literasi yang tinggi, karena peradaban hanya diwariskan dengan tradisi literasi yang kuat. Mahasiswa FUD yang beliau pimpin kala itu diharapkan agar menjadi mahasiswa yang mampu berkompetisi secara intelektual dalam bidang keilmuannya. 

Kebiasaan Mashadi membina mahasiswa itu sudah menjadi tradisi hidupnya yang terus dilanjutkan ketika beliau menjadi dosen. Dengan cara membina mahasiswa di kampusnya tempat mengabdi, itu merupakan bagian dari menunaikan tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya.

Mashadi percaya sepenuhnya bahwa ketika kader IMM memperoleh amanah, apapun amanah itu, haruslah ditunaikan dengan baik. Itulah prinsip utama dalam hidup Mashadi Maili. 

Ketika menghadapi tantangan aktual dalam pembinaan mahasiswa tempatnya menjabat, Mashadi memiliki harapan agar mahasiswa FUD memiliki kemampuan untuk melakukan transformasi intelektual dengan terlibat dalam berbagai kompetisi lokal, nasional serta internasional dalam bidang keilmuan. 

Point berikutnya yang menjadi gagasan Mashadi Maili adalah pentingnya kolektivitas. Baginya, kesatuan, kebersamaan dan kolaborasi merupakan modal untuk melakukan pengabdian yang luas dan menjangkau lebih banyak komunitas. 

Ketika para aktivis IMM IAIN Alauddin Makassar memelopori berdirinya IMM Cabang Gowa Raya yang terpisah dari IMM Cabang Ujung Pandang pada pertengahan dekade 1990-an, Mashadi sebagai aktivis IMM Komisariat Fakultas Ushuluddin IAIN termasuk dalam barisan yang berbeda pandangan dengan teman-temannya di IAIN.

Ia memandang bahwa IMM pada saat itu belum ideal untuk membentuk cabang baru. Banyak faktor yang menentukan mengapa Mashadi menolak ide pemekaran IMM Cabang Ujung Pandang.

Pertama, “kompetisi” antar-gerakan mahasiswa Islam di Kota Ujung Pandang cukup dinamis. Apabila kekuatan IMM terpisah-pisah, itu akan membawa dampak bagi berkembangnya IMM di wilayah Makassar dan sekitarnya.

Kedua, jumlah kampus yang eksis di wilayah selatan Makassar yang mencakup IAIN dan kampus sekitarnya masih terbatas, sehingga status cabangnya hanya mencakup mahasiswa IAIN. Pada saat yang sama, jumlah mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi juga masih terbatas.

Ketiga, mahasiswa IMM di lingkungan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar tidak akan bergabung dengan cabang baru yang hendak dibentuk itu, meski posisi kampusnya berdekatan. 

Atas sikapnya itu menyebabkan Mashadi dinilai oleh teman-temannya sesama aktivis IAIN sebagai “pengkhianat”. Julukan yang sebenarnya biasa saja dalam konteks dinamika pergerakan mahasiswa, karena sikap menerima dan menentang suatu gagasan dalam perjuangan memiliki basis argumentasi yang kuat.

Mashadi memiliki argumentasi untuk tetap bersatu dengan IMM Cabang Ujung Pandang/Makassar sebagaimana telah diuraikan di atas. Pada sisi lain, Mashadi oleh teman-temannya di Cabang Ujung Pandang/Makassar menyebutnya sebagai pahlawan yang memperjuangkan tetap bersatu. Sikapnya itu tetap memposisikan IMM IAIN sebagai bagian dari IMM Cabang Ujung Pandang/Makassar. 

Gagasan kolektivisme dimaknai oleh Mashadi Maili sebagai bentuk kerja bersama dalam satu barisan yang kokoh untuk mewujudkan cita-cita perjuangan. Arti jangan kembali pulang sebelum menang itu adalah terus berkarya, berjuangan dan mengabdi untuk mewujudkan tata kehidupan yang lebih baik, lebih berkualitas dan beradab.  


Pergaulan Lintas Kampus


Mashadi sendiri merupakan pribadi yang mudah bergaul. Jejaring pergaulannya melintasi kampus-kampus yang eksis di Makassar. Pada level yang lebih luas, ia termasuk intelektual yang selalu tampil apa adanya. 

Salah satu gaya tampilan beliau yang kemudian menjadi ciri khasnya adalah memakai topi khas, seperti gaya para budayawan, suatu tampilan yang menjadi ciri intelektual yang sederhana. Intelektual yang berbaur dengan lingkungan sosial yang membentuknya, intelektual yang tetap sederhana, tidak menunjukkan model intelektual borjuis yang kapitalis.

Mashadi juga bukan tipe intelektual yang elitis yang hanya pandai berteori, tanpa melakukan tindakan konkret merespons masalah aktual umat. Ia selalu mengambil peran dan aktif dalam dunia kemasyarakat dan kemanusiaan. 

Akhirnya saya merasa perjalanan hidup beliau cukup dinamis dalam kegiatan sosial keagamaan dan intelektual. Aktivitas sebagai peneliti, sebagai pendidik dan dalam bagian tertentu menjadi pejabat kampus, Mashadi termasuk pribadi yang energik dalam banyak urusan. 

Namun kondisi kesehatannya yang kurang fit menyebabkan beberapa hal harus dikuranginya, tetapi kegiatan sosial keagamaan melalui Muhammadiyah tetap terlibat aktif. Terakhir posisinya sebagai Ketua Majelis Pendidikan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Gorontalo periode 2022-2027. 

Untuk mengatasi kondisi kesehatannya yang kurang fit itu, Mashadi Maili kerap keluar masuk rumah sakit untuk kontrol dan perawatan. Menjelang kepergiannya, Mashadi diterbangkan dari Gorontalo ke Makassar agar memperoleh perawatan yang intensif dari dokter spesialis. Berbagai upaya telah dilakukan oleh sang istri, Wahidah Suryani, untuk menyembuhkan beliau.

Pada subuh tanggal 22 September 2024, kabar duka menyebar ke berbagai grup WA dan media sosial lainnya. Kepergiannya merupakan kehilangan bagi teman-temannya segenerasi aktivis Makassar. Meski Mashadi dan Wahidah hijrah ke Gorontalo, ikatan dengan teman-teman di Makassar tidak pernah putus. 

Untuk sang istri, Dr. Wahidah Suryani, beserta anak-anak, agar diberi ketabahan, kesabaran, kekuatan dan keikhlasan. Selamat jalan sahabat, teman, guru dan instruktur DAD-ku. Insya Allah engkau memperoleh tempat yang mulia di sisiNya, aamiin.***


.....

Artikel Bagian 3: Mashadi Maili dan Intelektual Organik

Artikel Bagian 2: Melting Pot Jas Merah IMM Makassar 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama