------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 21 Januari 2025
CERPEN
Menanti Surganya
Pendidikan
Karya: M. Agus
Senja itu matahari sore telah bersiap-siap
menuju ke peraduannya Aku mulai juga
mempersiapkan diri untuk mandi sembari menunggu masuknya waktu shalat magrib.
Sebagai seorang siswa pada salah satu MTs Negeri yang bergengsi di salah satu
daerah yang dikenal dengan kuda dan lontaraknya, daerah itu juga dikenal dengan
sebutan Turatea Jeneponto.
Daerah ini terkenal pula dengan sejuta
adat budaya, yang menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur dengan sebutan a’bulo
sibatang accera sitongka-tongka. Pada malam hari, aku selalu menyiapkan
waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas selepas makan bersama dengan
keluarga.
Ayahku selalu berpesan bahwa belajarlah
dengan giat, jika ada PR-mu kerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh. Siapa
yang bersungguh-sungguh, insya Allah cita-citamu akan dapat kamu raih, seperti
tingginya langit yang kamu junjung.
Maklum ayahku juga seorang pendidik dengan
bersekolah yang susah payah hingga akhirnya mencapai cita-citanya. Beliau kini
telah menikmati surganya pendidikan, telah merasakan buah hasil perjuangannya
dulu di tengah kesusahannya sebagai seorang anak petani yang miskin dan
melarat.
Ayahku pernah bercerita bahwa ketika dia
bersekolah di SMP dulu hanya jalan kaki lewat pematang sawah dengan menempuh
perjalanan 15 KM pergi pulang. Maklum dulu di kampung belum ada mobil pete-pete
dengan membawa uang jajan hanya 5 rupiah atau mungkin setara 50.000 sekarang.
Itupun menurut cerita ayahku di tabung 2
rupiah, karena ayahku juga suka menabung melalui celengan bambu pada tiang
rumah kampung. Ayahku cukup belanja 3 rupiah dengan mendapatkan ubi kayu goreng
tiga buah.
Seperti itulah gambaran perjalanan hidup
ayahku selama 3 tahun di SMP. Demikian pula, ketika ayahku melanjutkan
pendidikannya di sekolah lanjutan atas, yang dulu dikenal sebagai sekolah
tempat mencetak calon-calon guru di sekolah dasar,. Sekolah itu terkenal dengan
sebutan SPG, Sekolah Pendidikan Guru.
Ketika bersekolah di SPG ini, ayahku
mendapatkan beasiswa Supersemar, sehingga membantu meringankan biaya orang
tuanya yang seorang petani miskin dan melarat itu. Ayahku juga bercerita bahwa
dirinya pernah menjadi Ketua OSIS di sekolahnya pada saat di SPG Negeri 136
Jeneponto itu.
Dia juga seorang siswa yang berprestasi
dengan predikat selalu peringkat satu di kelasnya dari sejak kelas satu hingga
tamat di SPG itu. Penderitaan demi penderitaan berlalu yang dialami oleh ayahku
hingga mencapai puncak pendidikan tertingginya, yakni menjadi seorang ASN
dengan pendidikan terakhirnya S3 dengan gelar Doktor.
Mendengar cerita ayahku ini tak terasa air
mataku berlinang mengenang penderitaan ayahku. Aku terinspirasi dengan cerita
ayahku, sehingga aku tidak mau ketinggalan. Ingin seperti ayahku dan
kakak-kakakku. Ingin mengenyam pendidikan setinggi langit. Karena pendidikan
bagiku dan keluargaku menjadi nomor satu.
Maklum ayahku sudah merasakan pahit
getirnya selama beliau sekolah, tidak peduli biarlah keluarga kami miskin, yang
penting pendidikannya semua mencapai puncak.
Semenjak aku bersekolah, aku mulai sadar
betapa pentingnya pendidikan, karena mampu membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk. Pokoknya bagiku pendidikan merupakan rajanya kehidupan.
Seseorang tidak akan pernah dihargai di
masyarakat jika pendidikannya rendah atau tidak pernah sama sekali sekolah..
Allah swt berpesan dalam Al-Qur’an bahwa orang yang beriman dan berilmu
diangkat derajatnya. Mungkin inilah cerita fantasi dalam dunia nyata, orang
yang mempunyai pendidikan tinggi akan mendapatkan surganya dunia.
Pernah suatu saat aku mendengar sebuah
cerita fantasi dari langit bahwa orang yang punya pendidikan yang tinggi
tempatnya di surga? Tapi benarkah cerita ini atau hanya sekadar cerita dari
langit saja?
Malam itu aku tidak bisa tidur
membayangkan bagaimana jika betul cerita fantasi itu terjadi? Lalu bagaimana
dengan orang-orang yang tak pernah sekolah atau mengecam pendidikan?
Aku terhenti dalam lamunanku setelah jam
dinding berdetak menunjukkan pukul 24.00. Itu berarti aku harus segera
memejamkan mata. Esok harinya aku akan sekolah, takutnya nanti terlambat
bangun.
Aku terlelap tidur. Dalam tidurku yang
indah, memimpikan indah di surga bersama orang-orang yang cerdas, bersama
orang-orang yang mempunyai pendidikan tinggi. Alangkah senang dan bahagianya,
walaupu kusadar bahwa aku hanya bermimpi.
Akhirnya, aku terbagun, jam dinding
menunjukkan pukul 05.30 wita. “Waduh,” gumanku dalam hati, “Aku sudah terlambat
bangun.”
Matahari sudah mulai menampakkan dirinya. Itu
pertanda sudah pagi. Aku segera pergi mandi, sesudah itu aku pakaian. Setelah
pakaian aku pergi sarapan apa adanya. Aku tak pernah menyusahkan ibuku karena
kutahu dia juga sedang sibuk mempersiapkan diri.
Ibuku juga seorang guru, setiap hari harus
mempersiapkan makanan untuk keluarga dan mempersiapkan diri untuk pergi
mengajar. Alangkah senangnya diriku, berangkat di rumah dengan riangnya.
Sampai di sekolah aku bersenda gurau
dengan teman-temanku. Aku tak lupa juga membersihkan pekarangan sekolah. Bersama
teman-temanku membersihkan kelasku. Hampir setiap hari kebersamaanku menjadi
hiasan yang indah, kami rukun dan bangga mempunyai teman yang baik serta ramah.
Aku berharap suatu saat nanti semuanya
sukses. Aku ingin menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua. Aku ingin
berbakti untuk nusa dan bangsa. Bagiku, pendidikan merupakan hal yang utama dan
selalu hadir dalam mimpi-mimpiku. Tak heran jika Aku selalu mengigau dalam
mimpiku dan selalu berteriak hore, pendidikan…. pendidikan…..pendidikan.
Alangkah senangnya diriku mengenyam dunia
pendidikan. Dan Aku punya mimpi besar menjadi Duta Pendidikan. Akhirnya,
rinduku terbalaskan. Setelah aku tamat di madrasah ini ingin melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi di salah satu kota bergengsi yang bernama
Makassar.
Selamat berjumpa pendidikanku. Di pintumu aku
akan menunggumu. Itulah kata-kata terakhirku yang terngiang dalam mimpi
terakhir sebelum meninggalkan MTsN-ku.
Kurindu surganya pendidikan. Biarlah
pendidikan menjadikan diriku sabar dan tekun mencapai cita-citaku. Aku ingin
jadi dokter. Semoga pendidikanku menjadi surganya dokter.
Akhirnya, suatu saat dokterku menjadi
surganya pendidikan dan membuatku bahagia selama-lamanya tanpa melupakan sang
pencipta, amin yra.
Banyak orang yang ingin sukses tapi tak
pernah sekolah. Tidak ada gunanya. Banyak orang yang mau jadi dokter, polisi,
tentara, pegawai negeri, guru, dan sebagainya, tapi tidak berhasil karena malas
belajar.
Lebih parah lagi mereka malas datang ke
sekolah. Aku ingin menikmati surganya pendidikan, menikmati kebahagiaanku
dengan jerih payahku sendiri.
Pendidikan menjadi surganya dunia, seperti
cerita dongeng dalam negeri antah-berantah. Dalam dongeng itu diceritakan, ada
seorang anak yang miskin tinggal pada sebuah perkampungan yang jauh terpencil
dari kota. Tak ada listrik, tak ada telepon, lebih-lebih lagi jaringan hape,
bahkan hidup mereka pun susah.
Hampir setiap hari mereka hanya makan nasi
dan garam. Sekali-sekali hanya makan ikan sungai jika ayahnya pergi memancing.
Namun, tekad dan semangatnya yang membuatnya dia sukses. Dia bersabar menerima
cemoohan orang bahwa harus berkaca pada dirimu, siapa kamu, engkau tak perlu
sekolah tinggi-tinggi, tak ada gunanya. Kamu anak seorang petani, kamu mau ke
mana, pasti nanti kamu ke kebun dan ke sawah juga.
Aku sadar diriku bukanlah siapa-siapa dan
tak punya apa-apa, namun karena ketekunanku membuatku bersemangat belajar dan
belajar terus. Di sekolah lanjutan atas tempatku bersekolah setelah tamat MTsN
yang bergensi di Jeneponto, yang dikenal dengan MTSN 1 Jeneponto, Sulawesi
Selatan.
Aku mulai dikenal sebagai anak rajin,
santun, dan disiplin. Bagiku inilah modalku yang menjadikan diriku ingin
menikmati surganya pendidikan. Biarlah diriku miskin, toh ayahku dulu juga
miskin di kampung, dihina, tapi pada akhirnya ayahku juga berhasil meraih
cita-citanya. Bahkan ayahku yang dihina kini terbalik, ayahku sudah mulai
menjadi contoh di kampung dan disanjung-sanjung. Itulah hidup, gumanku dalam
hati. Aku juga ingin seperti itu. Biarlah cerita dalam dongeng yang terjadi di
negeri antah-berantah menjadi cerita inspirasiku.
Biarlah pendidikan menjadikan surgaku di
dunia ini. Suatu saat jika seseorang tekun dalam belajar akan menemukan
kebahagian dalam hidup, mencapai kesuksesan.
Negeriku adalah negeri yang penuh
kebahagiaan. Aku menikmati surganya pendidikan. Karena dengan pendidikan, semua
orang akan menikmati dunia seperti cerita dalam khayalanku.
Dunia ini terasa sempit, pergi pulang
menuju suatu negeri dalam hitungan menit. Inilah yang disebut surganya
pendidikan. Surga yang memberikan kehidupan yang layak karena pendidikan.
Bersekolahlah setinggi-tingginya supaya kalian dapat menikmati surganya hidup ini sebagai jerih payah dalam menuntut pendidikan. Karena pendidikan merupakan kunci keberhasilan di dunia dan menjadi amal jariah selamanya. Demikianlah tuturku dalam menutup ceritaku.***