-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 19 Januari 2025
Mengenang Warisan
Indah H.M. Alwi Hamu: Pilar Jurnalistik dan Inspirasi Bangsa
Oleh: Haidir Fitra Siagian
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Dunia
pers Indonesia kembali kehilangan salah satu putra terbaiknya. H.M. Alwi Hamu,
seorang jurnalis Muslim yang dikenal luas karena dedikasi dan integritasnya,
berpulang ke rahmatullah pada Sabtu, 18 Januari 2025, di Jakarta.
Kepergian beliau membawa duka mendalam
tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi kalangan jurnalis dan masyarakat
luas, termasuk dengan sesama teman-teman di Program Studi Jurnalistik Jurusan
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas
Hasanuddin.
Nama H.M. Alwi Hamu begitu lekat di hati
masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya bagi mereka yang tumbuh sebelum era
1985. Beliau adalah pendiri Harian “Fajar” yang berbasis di Ujung Pandang
(sekarang Makassar).
Harian ini, bersama dengan Harian Pedoman
Rakyat, menjadi salah satu media paling berpengaruh di wilayah tersebut pada
zamannya. Di bawah kepemimpinan beliau, Harian “Fajar” berkembang pesat dan
menjangkau pembaca hingga ke berbagai provinsi di Indonesia.
Nama “Fajar” memiliki makna filosofis yang
mendalam, mencerminkan optimisme dan harapan baru. Filosofi ini tidak hanya
tercermin dalam nama, tetapi juga dalam misi jurnalistik Harian “Fajar” yang
berupaya mengedepankan nilai-nilai kejujuran, pendidikan, dan pemberdayaan
masyarakat. Di tangan H.M. Alwi Hamu, “Fajar” bukan sekadar media informasi,
melainkan juga medium transformasi sosial.
Sebagai seorang penanggungjawab redaksi,
almarhum memegang peran penting dalam upaya mencerdaskan bangsa. Beliau
menyadari betul bahwa media massa memiliki kekuatan strategis untuk mengedukasi
masyarakat, menyuarakan kritik sosial, hingga memberikan hiburan yang
berkualitas.
Harian “Fajar” menjadi saksi hidup
dedikasi beliau dalam mendidik masyarakat melalui pemberitaan yang kredibel dan
bermakna. Lebih dari sekadar sumber berita, “Fajar” menjadi wadah bagi
masyarakat untuk menggali wawasan baru dan mendorong perubahan positif.
Karya-karya jurnalistik dan kebijakan
editorial beliau turut memberi kontribusi besar terhadap pengembangan
intelektual masyarakat Sulawesi Selatan. Tidak hanya itu, kiprah beliau di
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menunjukkan komitmennya dalam menjaga
standar profesionalisme dan integritas di dunia jurnalistik. Sebagai pemimpin,
beliau menjadi teladan bagi generasi muda jurnalis untuk terus menjunjung
tinggi prinsip-prinsip etika dalam berkarya.
Secara pribadi, saya memiliki kenangan
istimewa dengan almarhum, meski interaksi langsung kami terbatas. Saya mengenal
nama beliau pertama kali pada awal tahun 1990-an ketika secara rutin membaca
Harian “Fajar” di Makassar. Bacaan ini menjadi inspirasi awal saya untuk
mendalami dunia jurnalistik.
Kenangan manis lainnya adalah saat saya
dan teman-teman berhasil meraih juara pertama lomba majalah dinding tingkat SMA
se-Sulawesi Selatan yang diselenggarakan oleh Harian “Fajar” pada tahun 1992.
Bahkan, saya sempat menulis opini yang dimuat di Harian “Fajar” ketika masih
bersekolah di SMA Negeri 3 Ujung Pandang. Artikel seperti Bahaya Narkoba dan
Kontribusi OSIS dalam Pembangunan menjadi bagian dari perjalanan awal saya di
dunia tulis-menulis.
Saya juga pernah bertemu langsung dengan
almarhum dalam dua momen penting. Pertama, pada tahun 1995, ketika saya
mengikuti pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan Harian “Fajar” di Jalan
Racing Centre, Makassar. Almarhum hadir sebagai pembicara dan memberikan
wawasan berharga tentang dunia jurnalistik.
Pada pelatihan tersebut, saya dibimbing
langsung oleh pendamping, yaitu Andi Asmadi, Muliati Mastura, dan Dahlan
Abubakar. Kami diberi tugas atau praktikum untuk meliput berita di diskotik
yang terletsak di kawasan Nusantara, Makassar. Itu adalah pertama kali dan
terakhir kalinya saya memasuki diskotik. Pengalaman ini menjadi salah satu
momen yang sangat berkesan dalam perjalanan saya mendalami dunia jurnalistik.
Kedua, pada awal 2000-an, saat menghadiri
perayaan ulang tahun Harian “Fajar”. Berkat bantuan sahabat saya, Muhammad
Yusuf, yang kala itu bekerja di kantor berita Reuters, saya berkesempatan
bersalaman langsung dengan beliau.
Pengaruh almarhum tidak hanya terbatas di
lingkup nasional. Pada tahun 1987-1988, beliau diundang untuk mewakili jurnalis
Muslim Indonesia dalam konferensi jurnalis Muslim sedunia di Kuala Lumpur,
Malaysia.
Konferensi ini menghasilkan rekomendasi
penting untuk membangun jaringan pertukaran informasi antarjurnalis Muslim guna
melawan bias media Barat yang sering dianggap tidak adil terhadap umat Islam.
Hal ini menjadi bukti nyata visi beliau yang melampaui batas-batas nasional.
Dalam masa kepemimpinannya, Harian “Fajar”
berhasil membangun Graha Pena, salah satu gedung tertinggi di Makassar pada
masanya. Gedung ini tidak hanya menjadi simbol kemajuan Harian “Fajar”, tetapi
juga mencerminkan visi besar almarhum untuk memajukan dunia media di kawasan
timur Indonesia. Graha Pena kini menjadi saksi bisu dedikasi dan semangat
beliau dalam membangun peradaban melalui media.
Jejak profesionalisme almarhum juga
tercermin dalam keberhasilan para koleganya. Dua sahabat saya, Bang Hazairin
Sitepu dan Bang Muhammad Ruslan Ramli, pernah menjadi bagian penting dari
Harian “Fajar”, masing-masing sebagai pemimpin redaksi.
Hal ini menunjukkan betapa kuatnya
jejaring profesional yang beliau bangun selama berkarier. Sosok-sosok lain,
seperti Anggriani S. Ugart yang pernah menjadi Sekretaris Redaksi, juga turut
menunjukkan betapa luas pengaruh almarhum di dunia pers.
Kepergian mantan aktivis 1966 ini
meninggalkan duka yang mendalam, tetapi juga warisan nilai yang tidak ternilai.
Semangat beliau dalam mencerdaskan bangsa, menjaga integritas, dan
memperjuangkan kebenaran melalui media akan terus menjadi inspirasi bagi generasi
mendatang. Kehilangan ini adalah momentum bagi kita semua untuk merenungkan
kembali pentingnya peran media dalam membangun masyarakat yang lebih baik.
Kami berdoa semoga Allah SWT memberikan
tempat terbaik bagi almarhum di sisi-Nya, mengampuni segala dosa-dosanya, dan
menerima segala amal baiknya. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan
dan ketabahan dalam menghadapi musibah ini. Amin ya rabbal ‘alamin.
Selamat jalan, Bapak H.M. Alwi Hamu.
Cahaya perjuanganmu akan terus menerangi dunia jurnalistik.
Allahumma firlahu warhamhu wa’afihi wa’fu
anhu.
Wassalam.
Samata Gowa, 18 Januari 2025
....
Penulis adalah Dosen Fakultas Dakwah dan
Komunikasi - PPs UIN Alauddin Makassar / Alumni Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar, 1999.