-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 08 Januari 2025
Temu Budaya Sulawesi Selatan (5):
Pemajuan
Kebudayaan Bugis Perlu Regulasi Tersendiri
Laporan: Asnawin Aminuddin
(Wartawan Pedoman Karya)
Merujuk pada definisi pemajuan kebudayaan,
maka Pemajuan Kebudayaan Bugis adalah meningkatkan ketahanan budaya Bugis
dengan kontribusi pada peradaban daerah Sulawesi Selatan melalui pendekatan
sinergi regulasi dan dokumen perencanaan, aspek perlindungan, pengembangan,
pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan Bugis.
Mencermati Perpres No. 114 Tahun 2022 dan
Perpres No. 115 Tahun 2024, yang mengacu pada UU No. 5 Tahun 2017 tentang
Pemajuan Kebudayaan, dan undang-undang yang terkait dengan kebudayaan, patut
dihargai sebagai langkah strategis dalam pemajuan kebudayaan Indonesia, meskipun
belum dilaksanakan secara konsisten oleh Pemerintah Daerah – DPRD, dalam
menyusun arah kebijakan, agenda dan program.
“Khusus pemajuan kebudayaan Bugis perlu
suatu regulasi tersendiri, sehingga menjadi dasar seluruh dokumen perencanaan hingga
pengalokasian anggaran dalam APBD. Jika suatu daerah memiliki anggaran yang
memadai, sudah saatnya dipikirkan ‘dana abadi’ untuk kebudayaan daerah,
khususnya kebudayaan Bugis,” kata Pembina Lembaga Pengembangan Kesenian dan
Kebudayaan Sulsel (LAPAKKSS) yang juga Pembina Yayasan Sulapa Eppae (YSE) dan Pembina
Yayasan Jaringan Advokasi Pembangunan dan Politik (JAPPI), Ajiep Padindang.
Hal itu ia sampaikan saat memberikan
pengantar diskusi pada Temu Budaya Akhir Tahun 2024 dengan tema “Refleksi
Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju Tahun 2025”, di Gedung MULO
Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Jenderal
Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024.
Dialog Temu Budaya menampilkan beberapa
pembicara yaitu Prof Dr Munsi Lampe MA (Antropolog Unhas, membawakan materi: “Budaya
Religius, Budaya Maritim: Refleksi Budaya Sulawesi Selatan 2024”).
Dr Andi Ihsan SSn MPd (Dekan Seni dan
Desain UNM, dengan materi: “Merajut Tradisi, Menggapai Inovasi”), serta Dr Abu
Haif M. Bilalu MHum (Akademisi UIN, dengan materi: Agama dan Budaya Lokal
Perekat Keberagaman).
Dialog yang dipandu Idwar Anwar SS MHum
(penulis) juga menampilkan beberapa penanggap yakni Rusdin Tompo (Koordinator
Satupena Sulawesi Selatan), Yudhistira Sukatanya atau Eddy Thamrin (sastrawan,
sutradara teater), dan Dr Hasanuddin.
Dua ratusan peserta menghadiri dialog temu
budaya, termasuk beberapa tokoh budaya dan akademisi, seperti Prof Sukardi Weda
(Guru Besar UNM), Prof Amran Razak (Guru Besar Unhas), dan Prof Muhammad Azis (Guru
Besar UNM).
Ajiep mengatakan, eksistensi, posisi dan
strategi pemajuan kebudayaan Bugis, semestinya secara jelas, termasuk dalam
Dokumen Perencanaan Daerah pada RPJPD, RPJMD, RENSTRA dan RENJA OPD Bidang
Kebudayan dan Kesenian.
“Bahkan diperlukan Rencana Induk Pemajuan
Kebudayaan Bugis Tahun 2025-2045. Ini adalah suatu gagasan besar,” kata Ajiep
yang mantan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dua
periode (2014-2019, 2019-2024).
Gerakan Pemajuan Kebudayaan Bugis, lanjutnya,
sudah harus disusun dengan pendekatan Manajemen Perencanaan Strategik yakni
secara simultan, baik struktural (Pusat dan Daerah) dengan aspek regulasi dan
dokumen perencanaan, aspek perlindungan, aspek pengembangan, aspek pemanfaatan
dan aspek pembinaan.
Materi dan Kurikulum Sekolah Budaya Bugis
Ajiep Padindang kemudian mengusulkan
materi dan kurikulum sekolah Budaya Bugis yakni (1) Bidang Bahasa dan Sastra
(Bahasa Daerah dan Sastra Daerah Bugis – Osong dan Elong), (2) Bidang Tradisi
dan Adat Istiadat (Peran Masyarakat Adat dan Lembaga Adat), (3) Kesenian
(Pertunjukan Rakyat/Permainan Rakyat, Dongeng), (4) Sejarah, Kepurbakalaan,
Suaka dan Permuseuman, serta (5) Kurikulum disusun dengan Pendekatan Gerakan
Pemajuan Kebudayaan yakni Aspek Regulasi, Perlindungan, Pengembangan,
Pemanfaatan dan Pembinaan.
“Untuk bahan ajar, diharapkan menggunakan makalah FGD untuk memperkaya bahan ajar yang selama ini sudah digunakan,” kata Ajiep. (bersambung)
.....
Artikel Bagian 4: Gerakan Pemajuan Kebudayaan Indonesia dan Sulawesi Selatan
Artikel Bagian 3: Transformasi Kebudayaan dari Zaman Purba Hingga Zaman Revolusi Teknologi Informasi