Transformasi Kebudayaan dari Zaman Purba Hingga Zaman Revolusi Teknologi Informasi

TRANSFORMASI KEBUDAYAAN. Pembina LAPAKKSS Ajiep Padindang (duduk ketiga dari kanan) foto bersama peserta Temu Budaya Akhir Tahun 2024 dengan tema “Refleksi Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju Tahun 2025”, di Gedung MULO Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024. (ist)

 

-----

PEDOMAN KARYA

Ahad, 05 Januari 2025

 

Temu Budaya Sulawesi Selatan (3):

 

Transformasi Kebudayaan dari Zaman Purba Hingga Zaman Revolusi Teknologi Informasi

 

Laporan: Asnawin Aminuddin

(Wartawan Pedoman Karya)

 

Zaman Purba (Zaman Batu), kehidupan manusia diidentifikasi oleh para arkeolog di Kawasan Kars Maros – Pangkep, khususnya pada Gua Leang-leang hingga Gua Uhallie di Bontocani, Bone bagian selatan.

Dengan bukti lukisan pada gua, disebutkan bahwa manusia purba itu sudah cerdas. Bahkan ada benih-benih nilai religius melalui simbol-simbol gambar binatang dan telapak tangan, apakah sebagai persembahan, atau jika saja Kuburan Batu di Toraja dan sejumlah situs yang disebut ‘rumah batu’ karena konon mereka tinggal di situ sebelum keluar tinggal di pepohonan dan berikutnya sudah mampu membuat rumah, dan seterusnya.

“Hanya saja belum terindentifikasi apakah mereka sudah menganut sistem keluarga dan kekeluargaan,” kata Pembina Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulsel (LAPAKKSS) yang juga Pembina Yayasan Sulapa Eppae (YSE) dan Pembina Yayasan Jaringan Advokasi Pembangunan dan Politik (JAPPI), Ajiep Padindang.

Hal itu ia sampaikan saat memberikan pengantar diskusi pada Temu Budaya Akhir Tahun 2024 dengan tema “Refleksi Budaya Sulawesi Selatan Akhir Tahun 2024 Menuju Tahun 2025”, di Gedung MULO Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Sabtu, 28 Desember 2024.

Dialog Temu Budaya menampilkan beberapa pembicara yaitu Prof Dr Munsi Lampe MA (Antropolog Unhas, membawakan materi: “Budaya Religius, Budaya Maritim: Refleksi Budaya Sulawesi Selatan 2024”).

Dr Andi Ihsan SSn MPd (Dekan Seni dan Desain UNM, dengan materi: “Merajut Tradisi, Menggapai Inovasi”), serta Dr Abu Haif M. Bilalu MHum (Akademisi UIN, dengan materi: Agama dan Budaya Lokal Perekat Keberagaman).

Dialog yang dipandu Idwar Anwar SS MHum (penulis) juga menampilkan beberapa penanggap yakni Rusdin Tompo (Koordinator Satupena Sulawesi Selatan), Yudhistira Sukatanya atau Eddy Thamrin (sastrawan, sutradara teater), dan Dr Hasanuddin.

Dua ratusan peserta menghadiri dialog temu budaya, termasuk beberapa tokoh budaya dan akademisi, seperti Prof Sukardi Weda (Guru Besar UNM), Prof Amran Razak (Guru Besar Unhas), dan Prof Muhammad Azis (Guru Besar UNM).

Zaman Berperadaban, Ajiep Padindang menyebutnya “Zaman Sawerigading”, yang diperkirakan pada abad VI sampai abad IX, sudah mulai ada tatanan kehidupan berperadaban.

Meskipun masih dianggap hanya mitos, legenda, sejarah budaya dan sastra, tetapi yang jelas secara arkeologis ada jejaknya selain yang dianggap legenda Perahu dan lain-lainnya, tetapi Fakta Kuburan We Cudai di Desa Wecudai di Kecamatan Pammana, Kabupaten Wajo, dan Makam We Tenri Dio di Selayar, sulit dibantah bahkan bukti jejak peradaban, apalagi sudah berbentuk kuburan.

Pada Silsilah Raja-Raja Kerajaan Bugis - Makassar dan Luwu, semua bermula dari To Manurung yang secara sosiologis dan antropologis, dianggap semua turunan Sawerigading, utamanya anak-anak dari La Galigo.

“Tradisi masyarakat mulai tertata hingga lahir apa yang sering saya sebutkan Tradisi Siklus Kehidupan, mulai dari pernikahan–memang belum ditemukan tata cara pernikahan sebelum fase keberagamaan muncul pada awal Abad XVI–hamil, lahir, hingga upacara kematian dan sesudahnya. Tradisi memilih kayu untuk perahu dan rumah, hingga peluncuran perahu hingga masuk rumah. Adat istiadat terbentuk melalui Sistem Anang dan Wanua,” tutur Ajiep.

Zaman Peradaban Baru, katanya, memang terjadi pada awal Abad XV dan Abad XVI saat Keberagamaan (Islam dan Kristen bahkan mungkin juga Hindu yang jejaknya pada Tolotang), sampai dengan Tahun 1945.

Tatanan kehidupan sosial, ekonomi (sudah mengenal mata uang sendiri pada abad XVII), Pendidikan (Makanre Guru hingga sekolah formal di awal abad XVIII – Sekolah Agama dan Sekolah Belanda).

“Sistem politik dan pemerintahan sudah tertata baik, sekalipun kemudian sangat dipengaruhi oleh bangsa-bangsa Eropa, khususnya Belanda, dengan VOC yang berakhir dengan penjajahan pada awal Abad XIX,” papar Ajiep.

VOC lahir tahun 1600-an dan bubar tahun 1800-an, tapi kemudian Belanda membentuk sistem pemerintahan, maka terjadilah penjajahan dan untuk Sulawesi Selatan berawal pada tahun 1905, secara efektif tahun 1908 saat Kerajaan Bone berhasil dikuasai Belanda.

Tahun 1945 sampai dengan Tahun 1998, lanjut Ajiep, adalah “Fase Transformasi Kebudayaan Lama” kepada “Kebudayaan Baru” untuk melahirkan peradaban baru, yakni terjadinya secara struktural perubahan dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya.

“Memang diakui bahwa peradaban baru di bidang politik dan pemerintahan, sepanjang awal kemerdekaan hingga tumbangnya Orde Baru, belum mampu membentuk suatu tatanan yang kuat sekalipun Ideologi Pancasila ditanamkan secara baik sekitar 25 tahun, namun ternyata dapat diobrak-abrik oleh pengaruh asing melalui Gerakan Reformasi,” ujar Ajiep.

Tahun 1998, katanya, reformasi terjadi yang sesungguhnya awal revolusi sosial menuju revolusi budaya, sebab di bidang politik dan pemerintahan memang terjadi perubahan paradigma, sistem dan mekanisme politik yang justru kemudian melahirkan budaya pragmatisme dengan ciri kehidupan konsumeris dan transaksional, hampir menghempaskan nilai-nilai religius yang menjadi akar kearifan kebudayaan Sulawesi Selatan.

“Perubahan yang fundamental hingga membentuk peradaban baru dalam bidang politik, sosial dan ekonomi, tak lain dipicu oleh kemajuan teknologi informasi yang disebutkan pula sebagai Revolusi Industri Teknologi,” tutur Ajiep.

Sebagai catatan, kata Ajiep, transformasi budaya terjadi dari waktu ke waktu mulai sejak manusia purba menjadi manusia berperadaban, yang dibentuk oleh faktor pendidikan, keterampilan, sehingga mengubah diri dan mempunyai kemampuan mempengaruhi perubahan bahkan menjadi penggerak perubahan. (bersambung)


.....

Tulisan bagian 1: Integrasi Budaya dan Agama Kekuatan Utama Masyarakat Sulawesi Selatan

Tulisan bagian 2: Sulawesi Selatan Contoh Nyata Adat dan Agama Berjalan Berdampingan Secara Harmonis


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama