CERAMAH UMUM. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir memberikan ceramah umum di Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Selasa, 04 Februari 2025. (ist) |
----
Kamis, 06 Februari 2025
Haedar
Nashir: Sulsel Punya Peran Besar dalam Sejarah Muhammadiyah
MAKASSAR, (PEDOMAN
KARYA). Sulawesi Selatan punya peran
besar dalam sejarah Muhammadiyah. Wilayah ini bukan hanya dikenal sebagai pusat
kaderisasi dan diaspora kader yang luas, melainan juga sebagai tempat lahirnya
keputusan-keputusan strategis bagi gerakan Islam modernis ini.
“Komitmen dan disiplin tinggi
dalam ideologi Muhammadiyah di Sulawesi Selatan menjadikannya sebagai The Great
Tradition. Kaderisasi yang berjalan fanatik dalam arti positif serta semangat
perantauan dan berniaga yang kuat memungkinkan kader Muhammadiyah asal
Bugis-Makassar menyebar hingga Gorontalo dan Papua,” kata Ketua Umum Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir.
Hal itu ia ungkapkan dalam
ceramah umum di Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Selasa, 04
Februari 2025, yang dihadiri Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel Prof Ambo Asse dan jajaran pimpinan wilayah Muhammadiyah Sulsel, Rektor Unismuh Dr Abdul Rakhim Nanda, para wakil rektor,
para dekan dan wakil dekan, serta ketua-ketua Lembaga dan unit.
Dalam sejarah perjalanan Muhammadiyah,
lanjut Haedar, Makassar menjadi saksi berbagai keputusan besar Muhammadiyah
yang menentukan arah gerakan ini. Pertama, Khittah Ujung Pandang, yang lahir
dari Muktamar Muhammadiyah tahun 1971, yang menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak
anti-politik, tetapi juga tidak terlibat dalam politik praktis.
“Muhammadiyah menjaga jarak
yang sama dengan semua partai politik, adalah keputusan strategis yang
menegaskan posisi Muhammadiyah untuk bergerak pada ranah kemasyarakatan
dibandingkan politik praktis,” tandas Haedar.
Kedua Keputusan Muktamar 2015
di Makassar, juga melahirkan keputusan penting terkait Dakwah Komunitas,
sebagai strategi baru dalam menyebarkan nilai-nilai Islam di masyarakat.
“Strategi Dakwah Komunitas
bertujuan agar mampu menjangkau semua kalangan, baik masyarakat bawah maupun
kalangan elit,” kata Haedar.
Selain itu, pada Muktamar Muhammadiyah
Tahun 2015 di Makassar, Muhammadiyah juga menegaskan kembali komitmennya
terhadap konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah. Pancasila
dipandang sebagai hasil kesepakatan bersama (darul ahdi) sekaligus sebagai
persaksian (darul syahadah).
“Dengan demikian, perdebatan
tentang negara Islam atau khilafah sudah tidak relevan lagi dalam konteks
Muhammadiyah,” ujar Haedar. (asnawin)