-----
Senin, 24 Februari 2025
Lima Langkah
Strategis Lestarikan Sastra Bugis
Seminar Nasional Hari Bahasa Ibu Internasional di Makassar
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA).
Setidaknya ada lima langkah strategis
yang perlu dilakukan untuk melestarikan sastra Bugis di era digital. Kelima
langkah tersebut meliputi digitalisasi budaya, penyelenggaraan festival budaya
yang melibatkan publik, integrasi budaya Bugis dalam dunia pendidikan, promosi
pariwisata berbasis budaya Bugis, serta kolaborasi akademik dan penelitian.
“Digitalisasi naskah Bugis tidak hanya
menjaga warisan dari kerusakan fisik, tetapi juga memperluas akses untuk
penelitian global,” kata pakar linguistik dan pemerhati sastra budaya lokal, Prof
Andi Sukri Syamsuri, dalam Seminar Nasional Hari Bahasa Ibu Internasional
(HBII), di Ballroom Teater Menara Pinisi Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM),
Jumat, 21 Februari 2025.
Seminar Nasional Hari Bahasa Ibu
Internasional (HBII) digelar oleh Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan (BBP
Sulsel) berkolaborasi dengan Himpunan Pelestari Bahasa Daerah (HPBD) Sulsel,
Perkumpulan Pendidik Bahasa Daerah Indonesia (PPBDI), Universitas Negeri
Makassar (UNM), dan Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh).
Tema yang diusung pada Seminar Nasional
Hari Bahasa Ibu Internasional (HBII) 2025 yang digelar secara luring dan daring
yaitu “Membangun Kesadaran Global dalam Pelestarian Bahasa Daerah.”
Prof Andis, sapaan akrab Andi Sukri
Syamsuri, menyoroti pentingnya penerjemahan naskah Bugis ke dalam bahasa lain
guna memperluas jangkauan pembaca, termasuk bagi penutur non-Bugis.
“Penerjemahan yang efektif harus
melibatkan penerjemah kompeten, pakar budaya, serta penyuntingan yang cermat
agar tetap menjaga esensi budaya asli,” kata Prof Andis yang sehari-hari Wakil
Rektor II Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.
Selain digitalisasi, promosi melalui media
sosial seperti Instagram dan TikTok dinilai efektif untuk menarik minat
generasi muda.
“Kolaborasi dengan influencer dapat
memperluas jangkauan pesan dan meningkatkan kesadaran budaya,” tambah Prof
Andis.
Festival budaya Bugis dinilai dapat
menjadi ajang penting untuk merayakan dan melestarikan warisan budaya sekaligus
mempromosikan pariwisata. Prof. Andis menekankan pentingnya melibatkan generasi
muda melalui program pendidikan yang mengintegrasikan warisan budaya Bugis ke
dalam kurikulum sekolah.
Selain itu, kerja sama dengan institusi
pendidikan seperti universitas dapat memperkuat upaya pelestarian melalui
penelitian dan simposium akademik.
“Kolaborasi ini dapat memperkaya
pengetahuan akademis dan memperkuat upaya pelestarian budaya Bugis,” kata Prof
Andis.
Diikuti 350 Peserta
Seminar Nasional HBII ini dibuka secara
resmi oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof
Andi Aslinda. Dalam rangkaian acara pembukaan Seminar Nasional HBI ini
diberikan juga beberapa penghargaan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa melalui BBP Sulsel kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam
upaya pelestarian bahasa daerah.
Seminar Nasional HBII ini diikuti oleh
sekitar 350 peserta baik secara daring maupun luring, dari berbagai kalangan.
Adapun pembicara pada kegiatan tersebut berasal tidak hanya dari kalangan
akademisi, tetapi juga dari pemerintah, konsulat Australia, serta komunitas,
dan bukan hanya dari Sulawesi Selatan saja, melainkan juga dari seluruh
Indonesia bahkan dari luar negeri.
Pembicara pada sei pertama seminar (Jumat, 21 Februari 2025), yaitu Dr
Ganjar Harimansyah (Pembina HPBD Sulsel dan Sekretaris Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa), Dr Dora Amalia (Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan
Bahasa dan Sastra), Todd Dias (Konsulat Australia), Prof Andi Sukri Syamsuri (Wakil
Rektor II Unismuh Makassar).
Pembicara sesi kedua yaitu M. Amin Bin
Nasir (PKBS Daerah Tawau Malaysia), Musyarif, SAg (IAIN Pare-pare, membahas sastra
dan budaya Bugis), Prof Dr Kembonng Daeng (UNM, membahas sastra dan budaya Makassar),
Prof Nurhayati Rachman (Unhas, membahas sastra dan budaya Mandar), Drs Simon
Petrus MHum (Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja membaha sastra dan
budaya Toraja).
Materi-materi yang dibincangkan sangat
lengkap mulai dari kebijakan pelestarian bahasa daerah, praktik penggunaan
bahasa daerah saat ini, pelestarian bahasa daerah bagi generasi muda, dan
contoh praktik penggunaan bahasa daerah di perantauan.
Dalam seminar ini juga diungkapkan bahwa
Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang digelar Badan Bahasa beserta UPT nya
telah memantik pemda dan pemkot untuk membuat regulasi penggunaan bahasa daerah
serta mengupayakan pembelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal di sekolah.
Pada bagian akhir seminar perwakilan siswa
diminta mengungkapkan pendapatnya terkait bahasa ibu. Siswa tersebut berharap
ada suatu aplikasi yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa
daerah, terutama dalam bentuk digital agar pembelajaran bahasa daerah semakin
menarik. (asnawin)