Rektor Unhas Paparkan Pentingnya Sustainable Blue Finance dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

KONSERVASI LAUT. Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa saat pada Workshop Pendanaan Berkelanjutan Kawasan Konservasi Laut (MPA) - Indonesia Ocean for Prosperity Project (LAUTRA) yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Swiss-Bellin Panakukang, Makassar, Senin, 03 Februari 2025. (Foto: Humas Unhas)

 

------

Selasa, 04 Februari 2025

 

Rektor Unhas Paparkan Pentingnya Sustainable Blue Finance dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

 

MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Jamaluddin Jompa, memaparkan pentingnya sustainable blue finance (SBF) atau pendanaan yang berkelanjutan untuk mendukung pengelolaan sumber daya laut dan pesisir.

“Pengelolaan kawasan konservasi laut tidak bisa hanya bergantung pada APBD, mengingat keterbatasan dana yang ada. Oleh karena itu, penting dilakukan evaluasi ekonomi untuk mengukur nilai kawasan konservasi, termasuk potensi kerugian ekonomi jika pengelolaan tidak dilakukan dengan baik. Tanpa pengelolaan yang tepat, kita berisiko kehilangan sumber daya alam yang sangat berharga,” kata Jamaluddin Jompa.

Hal itu disampaikan Jamaluddin Jompa saat pada Workshop Pendanaan Berkelanjutan Kawasan Konservasi Laut (MPA) - Indonesia Ocean for Prosperity Project (LAUTRA) yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Swiss-Bellin Panakukang, Makassar, Senin, 03 Februari 2025.

Pengelolaan kawasan konservasi laut, katanya, harus dilakukan dalam jangka panjang, dengan mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem serta mata pencaharian masyarakat pesisir.

“Perencanaan harus berbasis sains dan mempertimbangkan aspek ekonomi serta sosial agar manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat,” kata Jamaluddin Jompa. 

Dia menambahkan, keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi laut juga bergantung pada kelembagaan yang kuat dan terpercaya.

“Kita harus memiliki lembaga yang dipercaya masyarakat untuk mengelola trust fund bagi kawasan konservasi laut. Salah satunya adalah Kapoposang di Sulawesi Selatan, yang bisa menjadi model dalam pengelolaan kawasan serupa,” papar Jamaluddin Jompa.

Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Mohammad Rahmat Mulianda, pada kesempatan yang sama mengemukakan, pengembangan ekonomi biru di Indonesia telah dirancang dalam peta jalan 2023-2045, dengan target konservasi perairan seluas 97,5 juta hektar (30% dari total wilayah perairan) dan kontribusi sektor maritim sebesar 15% terhadap PDB nasional. 

Pendekatan pendanaan yang beragam menjadi salah satu solusi utama dalam strategi ini, mencakup berbagai mekanisme seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID), ecological fiscal transfer, hibah bilateral dan multilateral, filantropi, obligasi biru (blue bonds), serta investasi sektor swasta.

Tujuannya adalah memastikan pendanaan yang berkelanjutan sehingga pengelolaan kawasan konservasi laut dapat berjalan secara efektif dan memberikan manfaat bagi ekosistem serta kesejahteraan masyarakat pesisir. 

Proyek LAUTRA sendiri merupakan upaya besar untuk mendukung keberlanjutan ekosistem laut Indonesia, tidak hanya berfokus pada konservasi, tetapi juga peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya alam yang lebih berkelanjutan.

Pendanaan berkelanjutan yang dirancang dalam proyek ini diharapkan dapat menjawab tantangan besar dalam pengelolaan kawasan konservasi laut dengan pendekatan yang lebih sistematis dan terencana. (kia)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama