Risalah Islam Berkemajuan dan Visi Kebangsaan

ISLAM BERKEMAJUAN. Islam sejati yang berkemajuan itu menurut KHA Dahlan memiliki empat pilar, yaitu pertama, rukun Islam (syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji). Kedua, rukun iman atau teologi Islam. Ketiga, etika. Keempat, relasi kemanusiaan meliputi amar ma’ruf (humanisasi), nahi munkar (liberasi) dan mu’awanah atau tolong menolong (advokasi).

 

-----

PEDOMAN KARYA

Senin, 10 Februari 2025

 

Risalah Islam Berkemajuan dan Visi Kebangsaan

 

Oleh: Syarifuddin Jurdi

(Dosen UIN Alauddin Makassar)

 

Umat Islam ditegaskan dalam al-Qur’an sebagai masyarakat pilihan yang menjadi saksi sejarah umat manusia, saksi yang adil yang dapat membedakan mana yang hak dan batil. Konsekuensi dari posisi sebagai umat pilihan adalah mendorong perubahan pada pencapaian kehidupan yang menyempurnakan peradaban maju.

Inilah yang menjadi spirit Islam berkemajuan, yakni umat Islam yang menjunjung tinggi kemajemukan dan kesetaraan, menyebarkan Islam yang rahmatan lil’alamin.

Muhammadiyah mengemban visi untuk memuliakan manusia. Ini menjadi tema sentral pergerakan sejak awal kelahirannya. Sebagai gerakan sosial keagamaan, Muhammadiyah telah menempatkan isu kemanusiaan sebagai isu sentral dalam struktur gerakannya. Itu yang membentuk tradisi dan kebiasaannya dalam tempo lebih dari satu abad eksistensinya.

Meminjam Pierre Bourdieu bahwa kebiasaan Muhammadiyah sebagai kolektiva itu membentuk cara berpikir, merasa, melihat, memahami, mendekati dan bertindak dalam merespons isu kebangsaan.

Kebiasaan merespons, merasakan dan bertindak menjadi watak kolektif-kelembagaan Muhammadiyah yang mengantarnya sampai pada pengabdian panjang bagi dunia kemanusiaan dan kebangsaan Indonesia.

Kebiasaan Muhammadiyah mengabdi pada kemanusiaan universal itulah yang memberi arah bagi ekspansi gerakan, tidak hanya mengabdi di Indonesia sebagai tempat kelahirannya, kini telah berdiri sejumlah cabang pada beberapa negara, termasuk berdirinya amal usaha berupa sekolah dan perguruan tinggi di luar negeri.

Pilihan sebagai gerakan amal, gerakan sosial kemanusiaan dan kebangsaan, menjadi kekuatan utama Muhammadiyah dan tidak berpolitik praktis, atau tidak pernah mengubah statusnya menjadi gerakan politik (partai politik).

Telah ditegaskan KHA Dahlan sejak awal, pada suatu pertemuan pengurus besar Muhammadiyah sekitar tahun 1918, terjadi perdebatan yang alot antara pendukung Muhammadiyah sebagai kekuatan sosial kemasyarakat dengan kubu yang ngotot mengubah Muhammadiyah menjadi partai politik.

Dalam mengembangkan Muhammadiyah, KHA Dahlan menghadapi dua keharusan yang sulit untuk dihindari yakni menegakkan dan mentransformasi Islam yang berkemajuan, serta menghadapi institusi-institusi kolonial (baik institusi pemerintahnya maupun misi-zending).

Untuk mengamankan pilihan pada Islam berkemajuan, Muhammadiyah meletakkan gerakannya sebagai gerakan amal, bukan gerakan pemikiran, sekaligus memilih jalur sosial kemasyarakatan dan bukan jalur partai politik.

Sementara untuk urusan dan persentuhannya dengan institusi-institusi kolonial dan politik, Muhammadiyah mengembangkan hubungan simbiosis mutualism dengan Budi Utomo dan Sarekat Islam. Persentuhan dengan politik kekuasaan suatu keniscayaan, maka ditempuhkan cara tersendiri untuk memperjuangkannya tanpa mengubah status dan identitas gerakannya.

Islam sejati yang berkemajuan itu menurut KHA Dahlan memiliki empat pilar, yaitu pertama, rukun Islam (syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji). Kedua, rukun iman atau teologi Islam. Ketiga, etika. Keempat, relasi kemanusiaan meliputi amar ma’ruf (humanisasi), nahi munkar (liberasi) dan mu’awanah atau tolong menolong (advokasi).

Jadi Islam berkemajuan itu tidak lepas dari identitas asalnya, tetapi keempat point itu harus menjadi dasar pergerakan Muhammadiyah dan secara aktif terlibat dalam proyek advokasi sosial kemanusiaan. Sebagian besar percikan pemikiran KHA Dahlan dan aktualisasinya untuk Islam berkemajuan itu didukung oleh pemahaman, pengetahuan dan aktualisasinya.

KHA Dahlan dalam catatannya Tali Pengikat Hidup Manusia membuat coretan kritis terhadap kecenderungan manusia yang hanya mementingkan urusan dan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan dan terlibat dalam urusan sosial kemanusiaan yang melampaui sekat-sekat primordial.

KHA Dahlan menyebut; “... Kebanjakan pemimpin-pemimpin belum menuju baik dan enaknja segala manusia, baru memerlukan kaumnya (golongannya) sendiri, lebih-lebih ada yang hanya memerlukan badannya sendiri saja, kaumnyapun tiada diperdulikan. Jika badannya sendiri sudah mendapat kesenangan, pada perasaannya sudah berpahala, sudah dapat sampai maksudnya. ...Begitu juga sudah menjadi kebiasaan orang, segan dan tiada mau menerima barang apa saja yang kelihatan baru, yang tiada sama dengan yang sudah dijalani, sebab pada perasaannya, barang yang kelihatan baru itu menjadikan celaka dan susah, meskipun sudah kenyataan, bahwa orang yang menjalani barang yang baru itu misalnya mendapat kesenangan dan bahagia. Hal itu terkecuali orang yang memang sungguh-sungguh berikhtiar buat gunanya kebajikan orang banyak, dan yang suka memikir-mikir dan merasa-rasakan dengan panjang dan dalam…”

Kemudian KHA Dahlan memberi peringatan agar roadmap Islam berkemajuan dapat berkembang dengan baik dan mencakup seluruh urusan kemanusiaan; “...Peringatan sedikit supaya menjadikan pikiran: ... Orang itu harus dan wajib mencahari tambahnya pengetahuan, jangan sekali merasa cukup dengan pengetahuannya sendiri, apakah pula menolak pengetahuan orang lain. ...Sehabis-habisnya pendidikannya akal, itulah dengan Ilmoe Manteq (pembicaraan, yang cocok dengan kenyataannya) semua ilmu pembicaraan harus dengan belajar. Sebab tidak ada bagi menusia, yang bisa tahu pelbagai-bagai nama dan bahasa, bilamana tidak ada yang mengajarnya, juga yang mengajar itu mengerti dari-pada guru-gurunya dan demikian selanjutnya.”

KHA Dahlan menekankan pada pentingnya ilmu sebagai instrumen kemajuan, terutama ilmu agama. Ali bin Abi Thalib menyebutkan bahwa pelajarilah al-Qur’an karena ia adalah pelajaran terbaik dan pahamilah secara keseluruhan karena ia akan bersemi dalam hatimu.

Untuk mempromosikan Islam Berkemajuan menurut pemikiran KHA Dahlan diperlukan ilmu pengetahuan, tiada sesuatu akan sukses tanpa ilmu pengetahan. Warga Muhammadiyah harus menjadikan ilmu pengetahuan sebagai bekal agar dapat berkontribusi dalam menggerakkan organisasi yang membebaskan dan mencerahkan menuju masyarakat Indonesia yang merdeka, maju dan mandiri.

Dalam urusan muamalah yang luas bagi Muhammadiyah memerlukan ilmu pengetahuan, mengelola amal usaha dan urusan sosial, kesehatan, dakwah dan lainnya termasuk dalam urusan politik kebangsaan.

Ilmu pengetahuan menjadi sumber utama untuk membebaskan manusia dari tindakan yang salah, tindakan tanpa arah dan tujuan. Demikian halnya dalam kehidupan politik, Muhammadiyah mendorong kadernya berpolitik dengan moral dan akhlak.

Oleh sebab itu, kita dapat mengatakan bahwa berpolitik yang baik adalah berpolitik dengan menggunakan kemampuan akal pemikiran, tidak cukup dengan emosi, semangat dan nafsu kuasa semata, tetapi perlu akal pikiran yang menuntun dan mengarahkannya bahwa politik ditempatkan sebagai instrumen untuk mencapai kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi semua. Dalam bahasa Muhammadiyah, bahwa berpolitik merupakan bagian dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

Dalam urusannya dengan soal politik misalnya, Muhammadiyah menekankan politik yang bersifat substantif. Muhammadiyah secara sadar memilih jalan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat, tetapi juga secara tidak langsung menggarap aktivitas politik tidak langsung yang bersifat mempengaruhi proses dan kebijakan pemerintah sebagai manifestasi dari prinsip dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

Sikap Muhammadiyah dalam merespons kebijakan politik atau ikut memberikan masukan terhadap regulasi dapat dikategorikan dalam kegiatan politik mempengaruhi pembuatan keputusan publik.

Secara kelembagaan, Muhammadiyah telah memilih jalur kultural dan tidak berpolitik praktis. Konsekuensi pilihan itu adalah Muhammadiyah mendorong para kadernya yang terjun ke dunia politik untuk sungguh-sungguh melaksanakan tugas dan kegiatan politiknya dengan mengedepankan nilai-nilai utama ajaran Islam.

Di antara nilai keutamaan itu adalah kejujuran, keadilan, kepedulian, pemihakan pada nilai kemanusiaan dan integritas pribadi yang menempatkan ajaran Islam sebagai referensi tindakan politiknya.

Islam berkemajuan mendorong pada terbentuknya tatanan sosial yang berkeadilan, tatanan yang memihak pada kemanusiaan dan keadilan. Muhammadiyah secara kritis dan bertanggungjawab mendorong kekuatan politik dan pemerintah agar sungguh-sungguh menjalankan tugasnya mewujudkan sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara.

Cita-cita yang telah dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 untuk membentuk negara-bangsa yang berdaulat, adil dan makmur menjadi niscaya dalam kehidupan alam kemerdekaan.

Dengan sangat baik pembukaan UUD 1945 mengikrarkan; “...Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas..... Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”

Pesan ini sejalan dengan prinsip Islam berkemajuan yang diimani Muhammadiyah. Suatu keharusan bagi warga negara yang beriman untuk mendukung dengan sungguh-sungguh Indonesia merdeka.

Dari prinsip politik ini, Muhammadiyah menerapkan strategi perjuangan politik melalui dua strategi yakni high politik dan allocative politics. Strategi ini sebagai bentuk konsistensi Muhammadiyah menjadi gerakan sosial, namun tetap berpolitik dengan cara-cara yang luhur atau adiluhung tanpa mengejar posisi jabatan serta secara aktif dan kreatif memperjuangkan agar nilai-nilai Islam dapat dikontribusikan melalui pembentukan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah.

Politik Muhammadiyah untuk sesuatu yang jauh lebih anggun, bukan politik transaksional serta bukan mengejar jabatan dan kekuasaan. Wallahu a’lam bi shawab.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama