Argumentasi Terakhir Membungkam Kepongahan Raja

Raja Namrud menyadari bahwa argumentasi yang dikemukakannya adalah argumentasi yang didasari oleh nafsu kuasa, keserakahan dan keangkuhan. Argumentasi Nabi Ibrahim lebih masuk akal. Namun sebagai Raja yang berkuasa penuh, yang dieluk-elukan oleh rakyatnya, ia tidak bisa menyerah begitu saja. (int)

 

-----

PEDOMAN KARYA

Selasa, 18 Maret 2025

 

Tafsir Transformative Kisah-kisah dalam Al-Qur’an:

 

Argumentasi Terakhir Membungkam Kepongahan Raja

 

Oleh: Usman Lonta

(Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Muhammadiyah Makassar)

 

Kalau dicermati secara saksama, mu’jizat yang diterima oleh para nabi dan rasul merupakan argumentasi terakhir untuk membungkam kesombongan para pemimpin yang zalim, yang menjadi sasaran dakwah para nabi dan rasul utusan Allah.

Nabi Ibrahim berdebat dengan Raja Namrudz, menggunakan akal tentang kekuasaan Allah. Raja Namrudz mengemukakan pertanyaan kepada Nabi Ibrahim: “Wahai Ibrahim… mengapa engkau melarang kami menyembah berhala?” Nabi Ibrahim menjawab dengan tenang; “.... karena berhala bukan Tuhan.”

“Lalu siapa sesungguhnya Tuhanmu,” tanya Raja Namrud.

Nabi Ibrahim menjawab: “Tuhanku adalah yang kuasa mematikan dan menghidupkan.”

Sontak Namrud memanggil dua orang bala tentaranya, lalu salah seorang di antara keduanya ditebas lehernya dan yang lainnya dibiarkan hidup. Namrud membuat ekprimen tentang kehidupan dan kematian.

Lantas Ibrahim menantang Namrud untuk menghidupkan kembali orang yang sudah ditebas lehernya. Kemudian Nabi Ibrahim menantang lagi raja Namrud untuk menerbitkan matahari dari barat, dan menenggelamkannya di ufuk timur.

Argumentasi Namrud sudah mulai menimbulkan keraguan dari kalangan pengikutnya, namun Raja Namrud tetap tenang, mencari moment yang tepat agar Nabi Ibrahim bisa dihukum mati dengan dukungan penuh rakyat Babilonia.

Raja Namrud menyadari bahwa argumentasi yang dikemukakannya adalah argumentasi yang didasari oleh nafsu kuasa, keserakahan dan keangkuhan. Argumentasi Nabi Ibrahim lebih masuk akal. Namun sebagai Raja yang berkuasa penuh, yang dieluk-elukan oleh rakyatnya, ia tidak bisa menyerah begitu saja.

Nabi Ibrahim harus dihukum. Nabi Ibrahim harus menerima hukuman berat yang didukung oleh seluruh rakyat babikonia. Nabi Ibrahim harus dijebak agar hukumannya tidak didasarkan pada kekalahan argumentasi ketika dirinya berdebat tentang kekuasaan Tuhan.

Akhirnya Rraja Namrudz membuat jebakan dengan mengosongkan istana yang disekelilingnya dihiasi oleh ornamen berhala. Jebakan Namrud berhasil. Nabi Ibrahim memporakporandakan patung-patung yang ada di istana, saat Namrud dan seluruh bala tentaranya tidak ada disekitar istana.

Jebakan Namrud dan obsesi Ibrahim untuk menghancurkan patung-patung istana ketemu pada satu titik. Nabi Ibrahim mencari peluang untuk menghancurkan patung dan pada saat yang sama Namrud juga menghendaki agar Ibrahim melakukan pengrusakan sehingga dijerat dengan pasal-pasal pengrusakan, penghinaan terhadap sesembahan raja dan warga.

Seolah Namrud sadar bahwa menghukum Nabi Ibrahim hanya karena kekalahan argumentasi Raja Namrudz akan mengundang antipati terhadap dirinya. Oleh karena itu Nabi Ibrahim dijebak untuk melakukan pengrusakan.

Kedatangan Raja Namrud beserta seluruh bala tentaranya di istana, menyaksikan seluruh patung yang ada di sekitar istana hancur, Raja Namrud murka (atau pura-pura murka). Dan mengarahkan tuduhan pengrusakan kepada Nabi Ibrahim.

Nabi Ibrahim diadili dengan tuduhan pengrusakan dan penghinaan terhadap sesembahan raja Namrud. Terjadilah dialog sebagai berikut.

Raja Namrud: “Wahai Ibrahim, setelah dipelajari dengan saksama, menghimpun bukti-bukti keterlibatanmu menghancurkan berhala yang ada di istana, kaulah pelaku dari pengrusakan ini.”

Nabi Ibrahim dengan tenang, menjawab: “Coba tanya pada patung yang paling besar itu, bukankah di pundaknya tergantung kapak yang terindikasi digunakan merobohkan patung-patung kecil itu?”

“Hai Ibrahim, mana mungkin patung besar ini bisa merobohkan patung-patung kecil di hadapannya? Bukankah dia tidak bisa bergerak?” Demikian jawaban Raja Namrud dengan penuh emosi.

“Oh… kalau begitu, mengapa kalian menyembahnya, padahal dirinya sendiri tidak berdaya menghadapi ancaman dari luar dirinya,” kata Nabi Ibrahim.

Jawaban dan pertanyaan retorik Nabi Ibrhim membungkam argumentasi Raja Namrudz. Untuk mempertahankan gengsi Raja Namrud, Nabi Ibrahim harus dihukum dengan pasal pengrusakan dan penghinaan terhadap sesembahan. Tuduhan inilah yang bisa dikapitalisasi oleh Raja Namrud untuk mengokohkan dukungan rakyatnya, hingga kekuasaannya bisa bertahan.

Hukuman berat yang harus diterima oleh Nabi Ibrahim adalah memanggangnya di atas api unggun yang besar. Selama beberapa hari rakyat diperintahkan untuk mengumpul kayu bakar hingga tumpukannya melebihi ketinggian istana raja.

Setelah api menyala dan siap melahap siapapun yang masuk dalam area api unggun tersebut, Nabi Ibrahim dilemparkan masuk dengan menggunakan ketapel besar. Raja berpesta pora menyaksikan hukuman terhadap Nabi Ibrahim dengan dukungan penuh rakyatnya.

Beberapa hari kemudian api padam dan rakyat menyaksikan Nabi Ibrahim keluar dari perapian dengan rada kedinginan. Raja Namrudz malu dan sebagian besar rakyatnya berbalik beriman kepada Nabi Ibrahim.

Sebagian yang lain bertahan memerangi Nabi Ibrahim dan pengikutnya, akan tetapi mereka dimusnahkan oleh tantara Allah yaitu segerombolan nyamuk yang meluluhlantahkan kekuasaan raja Namrud.

Raja Namrud mengakhiri hidupnya dengan seekor nyamuk yang menyelinap masuk ke otaknya melalui hidung. Nyamuk makhluk kecil yang menjadi penyebab Raja Namrud merintih kesakitan berbulan-bulan hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dengan membenturkan kepalanya ke tembok istana lantaran tak sanggup menahan keperihan di kepalanya dengan seekor makhluk yang sangat kecil.

Mu’jizat argumentasi terakhir membungkam kepongahan raja. Masihkah ada mu’jizat untuk membungkam keserakahan raja-raja abad ini? Ataukah tidak ada lagi pengulangan sejarah tentang raja yang angkuh, serakah, biadab, hanya mementingkan keluarga dan koleganya?

Jika masih ada ada raja yang bengis seperti Raja Namrudz, adakah sosok Nabi Ibrahim yang menjelma menjadi nabi-nabi sosial abad ini yang membungkam argumentasi raja dengan kekuatan akal sehat?

Wallahu ‘a’lam bishshawab…. Biarlah menjadi renungan Bersama

 

Sungguminasa, 16 Ramadhan 1446 H.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama