------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 29 Maret 2025
Diskusi Penetapan
Idul Fitri 2025
Oleh : Dr. Firdaus, M.H.I.
(Anggota Hisab Nasional MTT PPM, Dosen
Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, dan Anggota Komisi Fatwa
MUI Sumatera Barat)
Umat Islam di Indonesia sejak awal
kemerdekaan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno dan Muhammad Hatta
berlanjut pada era kepemimpinan Soeharto, soal memulai puasa, berhari Raya dan
Idul Adha secara nasional tidak ada muncul perbedaan dalam penetapannya.
Di akhir Orde Baru sudah mulai terasa
perbedaan yang terbilang jarang terjadi karena metode hisab hakiki wujudulhilal
yang digunakan Muhammadiyah berbeda tipis dengan imkan rukyat yang digunakan
Menteri-menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS),
sekaligus oleh Pemerintah Indonesia, yang dimaksud Departemen Agama (Depag)
sekarang Kementerian Agama (Kemenag).
Kriteria Imkan Rukyat hanya mensyaratkan
hilal di atas ufuk dua derajat, sehingga perbedaan dengan metode hisab hakiki
wujudulhilal jarang terjadi. Kadang-kadang dalam tiga atau empat tahun ada
perbedaan sekali. Sejak ada perubahan kriteria dari dua derajat menjadi tiga
derajat, perbedaan ada setiap tahun.
Sekarang ada lagi kasus terbaru untuk
memenuhi hajat umat Islam se-dunia yang berlandaskan semangat syar'i
menghadirkan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) satu hari satu tanggal
untuk seluruh dunia, insya Allah diluncurkan pada tanggal satu Muharram 1447 /
2025. Rapatnya direncanakan pada bulan Juli 2025.
Mengawali kabar gembira ini, ada yang
lebih menarik diskusi tentang penetapan Idul Fitri 1446 Hijriah / 2025 Masehi.
Di Kalender 2025 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kalender Hijriah 1446 Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, Kalender 2025 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat,
dan Kalender 1446 Hijriah Arab Saudi, semuanya membuat tanggal satu Syawal 1446
hari Ahad tanggal 30 Maret 2025.
Dasar perhitungannya Kalender Hijriah
Global Tunggal (KHGT) karena sudah ada belahan dunia satu Syawal jatuh pada
hari Ahad 30 Maret, saat matahari terbenam setelah ijtimak awal Syawal hari
Sabtu 29 Maret di Arab Saudi, London, Maroko, dan negara lainnya belahan barat
hilal sudah wujud di atas ufuk, maka petang Sabtu/malam Ahad menjadi malam
takbiran, besoknya Ahad 30 Maret ber-Idul Fitri.
Mengapa Maklumat Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan Idul Fitri hari Senin tanggal 31 Maret?
Di sinilah kecerdasan dan keistiqamahan memegang prinsip ber-Muhammadiyah
terjaga rapi dan amat bijak.
Saat matahari terbenam hari Sabtu, 29
Maret 2025 di Papua, Indonesia bagian tengah, sampai Indonesia paling bagian
barat, yang dimaksud Aceh (Sabang), semuanya menunjukkan hilal belum wujud.
Maka berdasarkan metode hisab hakiki
wujudulhilal yang aturan ini masih dipakai, maka diputuskan berdasarkan prinsip
di atas itulah sebabnya puasa digenapkan menjadi 30 hari. Jadi hari Ahad hari
ke-30 puasa Ramadhan, dengan sendirinya hari Senin tanggal 31 Maret 2025
ber-Idul Fitri.
Syarat menjadi pedoman dari Majelis Tarjih
dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menetapkan terpenuhi awal bulan
Kamariah adalah (1). Sudah terjadi intimak (konjungsi) sebelum matahari
terbenam, (2). Saat terbenam matahari, bulan belum terbenam, (3). Saat terbenam
matahari, hilal berada di atas ufuk.
Ketiga kriteria ini harus terpenuhi secara
kumulatif. Jika salah satu kriteria tidak terpenuhi, maka bulan baru belum
dimulai. Metode ini menekankan bahwa hilal dapat ditemukan meskipun tidak dapat
dilihat dengan mata indera.
Jadi pada hari Sabtu tanggal 29 Maret 2025,
saat matahari terbenam, ada kriteria yang belum terpenuhi yaitu bulan lebih
duluan terbenam dari matahari, saat matahari terbenam hilal di bawah ufuk atau
belum wujud.
Mengakhiri diskusi jelang Idul Fitri 1446
ini, ada dua titik awal dan akhir terakomodir. Titik pertama, mengapa tanggal
satu Syawal 1446 pada mulanya ditampilkan di kalender hari Ahad tanggal 30
Maret 2025, dijawab karena sudah ada belahan dunia satu Syawal. Ini dalam
rangka semangat sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Titik ke dua, terjaga prinsip yang istiqamah berdasarkan Tanfiz Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab hakiki wujudulhilal yang masih berlaku.***