-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 25 Maret 2025
Catatan Ringan:
Esensialisme: Lebih Sedikit, Lebih Baik
Oleh: Andi Afdal Abdullah
(Dokter / Direktur SDM dan Umum BPJS
Kesehatan)
Banyak orang terjebak dalam ilusi
kesibukan. Kita menghadiri rapat yang sebenarnya tidak perlu, membalas pesan
yang sebetulnya bisa ditunda, menyelesaikan pekerjaan yang kalau dipikir ulang,
mungkin tidak perlu dilakukan sama sekali.
Kita membiarkan agenda kita ditentukan
oleh orang lain, oleh ekspektasi yang tidak jelas, oleh kebiasaan yang diwarisi
tanpa dipertanyakan. Seakan-akan semakin banyak yang kita lakukan, semakin
tinggi nilai kita sebagai seorang profesional.
Greg McKeown, dalam Essentialism,
menawarkan cara berpikir yang berlawanan. Ia tidak mengajarkan cara melakukan
lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat, tetapi justru bagaimana melakukan
lebih sedikit dengan dampak yang lebih besar. Filosofi ini dirangkum dalam satu
kalimat: weniger, aber besser—lebih sedikit, tetapi lebih baik.
Kita sering berpikir bahwa pilihan di
dunia ini hanya dua: mengatakan “ya” dan menjadi orang yang baik, atau
mengatakan “tidak” dan dianggap tidak peduli. Tapi seorang esensialis memahami
bahwa setiap “ya” yang kita ucapkan adalah sebuah komitmen.
Dan terlalu banyak komitmen hanya akan
membuat kita kehilangan kendali atas hidup kita sendiri. Mengatakan “tidak”
bukan berarti menolak tanggung jawab, tetapi justru memilih tanggung jawab yang
benar-benar penting.
Seorang pemimpin yang esensialis tidak
merasa perlu menghadiri semua rapat, karena ia tahu bahwa tidak semua
percakapan membawa nilai. Ia tidak membiarkan kebisingan informasi membuatnya
kehilangan fokus, karena ia paham bahwa tidak semua hal perlu segera
ditanggapi. Ia tidak membuang energi untuk mengikuti gosip atau politik kantor,
karena ia memilih untuk mencurahkan waktunya pada hal-hal yang benar-benar
berdampak.
Tetapi, bagaimana menerapkan esensialisme
dalam eksekusi sehari-hari? Di lapangan, para manajer sering kali dihadapkan
pada tuntutan yang datang dari berbagai arah. Di sinilah 4 (empat) Disciplines
of Execution (4DX) dari Chris McChesney dapat membantu.
Disiplin pertama adalah memilih wildly
important goals—sasaran yang benar-benar esensial. Terlalu banyak tujuan hanya
akan membuat tim kehilangan arah. Seorang pemimpin esensialis tahu bahwa tidak
semua hal bisa menjadi prioritas. Ia memilih satu atau dua sasaran yang
benar-benar membawa dampak terbesar, dan memastikan seluruh energi tim
diarahkan ke sana.
Disiplin kedua adalah bertindak pada lead
measures—bukan sekadar mengejar angka akhir (lag measures), tetapi fokus pada
tindakan konkret yang dapat memengaruhi hasil. Jika targetnya adalah
meningkatkan kualitas pelayanan, maka bukan sekadar menunggu hasil survei
pelanggan, tetapi memastikan setiap karyawan memiliki standar interaksi yang
lebih baik dengan pasien dan peserta.
Disiplin ketiga adalah menciptakan
compelling scoreboard—mengubah tujuan menjadi sesuatu yang terlihat dan
terukur. Fokus pada hal yang esensial harus didukung oleh alat ukur yang jelas.
Jika tidak, kita bisa dengan mudah kembali ke pola lama: melakukan banyak hal
tanpa arah yang jelas.
Disiplin keempat adalah menciptakan
cadence of accountability—ritme pertanggungjawaban yang konsisten. Esensialisme
bukan hanya soal memilih yang penting, tetapi juga soal komitmen
menjalankannya. Pemimpin yang esensialis tidak hanya berbicara soal strategi,
tetapi secara rutin meninjau apakah tim benar-benar bergerak ke arah yang telah
ditentukan.
Ada satu cerita menarik yang sering
diangkat dalam dunia desain. Ketika Dieter Rams, desainer legendaris dari
Braun, ditanya tentang prinsip karyanya, ia menjawab dengan filosofi yang
serupa: less, but better.
Ia tidak berusaha menambahkan fitur
sebanyak mungkin ke dalam produknya, melainkan menyaring, menyederhanakan, dan
hanya menyisakan hal-hal yang benar-benar esensial. Hasilnya? Produk yang lebih
elegan, lebih fungsional, dan lebih bermakna.
Kepemimpinan yang efektif bekerja dengan
cara yang sama. Kita tidak perlu menjadi orang yang paling sibuk di ruangan.
Kita hanya perlu menjadi orang yang paling jelas tentang apa yang benar-benar
penting.
Di dunia yang semakin bising, keberanian
terbesar bukanlah menambah, tetapi mengurangi. Bukan mengikuti semua arus,
tetapi memilih jalur yang benar-benar membawa kita ke tempat yang kita tuju.
Bukan melakukan segalanya, tetapi memastikan bahwa yang kita lakukan adalah
yang terbaik yang bisa kita berikan.
Jadi, jika ada satu pertanyaan yang perlu
kita renungkan hari ini, mungkin pertanyaannya bukan lagi “apa lagi yang harus
saya lakukan?” tetapi “apa yang bisa saya lepaskan agar yang tersisa menjadi
lebih baik?”
Ada sebuah Hadist dari Nabi Muhammad SAW,
yang menarik kita gali, “Jika dua perkara datang kepadamu, maka dahulukan yang
lebih penting dari keduanya.” (HR. Ahmad, no. 23166)