----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 15 Maret 2025
Kultum Ramadhan:
Keadilan Umar bin
Abdul Aziz dan Berakhirnya Kemiskinan
Oleh: Furqan Mawardi
(Muballigh Akar Rumput)
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah ﷻ, Tuhan semesta
alam. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ,
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Di antara sekian banyak pemimpin dalam
sejarah Islam, ada satu sosok yang begitu istimewa. Ia hanya memimpin selama
dua tahun lima bulan, tetapi dalam waktu yang singkat itu, ia berhasil membawa
keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Dialah Umar bin Abdul Aziz, khalifah dari
Bani Umayyah yang dijuluki sebagai “Khalifah Kelima”, karena kepemimpinannya
menyerupai Khulafaur Rasyidin.
Salah satu pencapaian terbesar Umar bin
Abdul Aziz adalah menghapus kemiskinan di wilayah kekuasaannya. Sebuah kisah
yang menggetarkan hati, penuh hikmah, dan sangat relevan dengan kondisi kita
hari ini. Berikut beberapa kisah teladan dari Umar bin Abdul Aziz.
Pemimpin yang Mewarisi Kesederhanaan
Saat Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi
khalifah, ia menangis. Bukan karena bahagia, melainkan karena menyadari betapa
beratnya amanah yang harus ia emban. Ia tidak melihat kekuasaan sebagai
kemuliaan, tetapi sebagai tanggung jawab yang akan dipertanggung-jawabkan di
hadapan Allah.
Langkah pertama yang ia lakukan setelah
menjadi khalifah adalah menolak semua fasilitas kemewahan yang selama ini
dinikmati oleh para penguasa Bani Umayyah. Ia mengembalikan semua harta negara
yang bukan haknya, menutup pintu istananya untuk kepentingan pribadi, dan
memilih hidup sederhana seperti rakyat biasa.
Ia pernah berkata: “Sesungguhnya jiwaku
memiliki ambisi yang besar. Dahulu ia menginginkan kekuasaan, lalu ketika telah
mendapatkannya, ia menginginkan surga.”
Menghapus Kemiskinan: Keadilan yang
Mengubah Segalanya
Umar bin Abdul Aziz memahami bahwa
kemiskinan bukanlah takdir, melainkan akibat dari ketidakadilan. Maka langkah
pertama yang ia lakukan untuk menghapus kemiskinan adalah menegakkan keadilan
dalam pemerintahan.
Ia memerintahkan agar semua harta yang
diperoleh dengan cara zalim dikembalikan kepada rakyat. Tanah-tanah yang
dirampas oleh penguasa sebelumnya dikembalikan kepada pemiliknya yang sah.
Pajak yang membebani rakyat kecil dikurangi, bahkan dihapuskan bagi mereka yang
tidak mampu.
Lalu, ia memperbaiki pengelolaan zakat.
Zakat yang terkumpul tidak hanya digunakan untuk membantu fakir miskin, tetapi
juga untuk membebaskan utang, membiayai pendidikan, dan membantu mereka yang
ingin menikah.
Hasilnya begitu menakjubkan. Dalam waktu
yang tidak lama, hampir tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat, karena
mereka semua telah sejahtera. Seorang gubernur dari Afrika Utara bahkan
melaporkan bahwa ia tidak bisa menemukan satu pun orang miskin untuk menerima
zakat!
Inilah realisasi dari janji Allah dalam
Al-Qur’an:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍۢ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟
فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan
bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka karena
perbuatan mereka sendiri.” (QS. Al-A'raf: 96)
Ayat ini menjadi bukti bahwa ketika
pemimpin dan rakyat berpegang teguh kepada keimanan dan ketakwaan, Allah akan
melimpahkan keberkahan dari segala arah.
Kejujuran yang Menginspirasi Dunia
Suatu hari, istri Umar bin Abdul Aziz
melihatnya menangis di malam hari. Ketika ia bertanya mengapa, sang khalifah
menjawab:
“Aku mengingat orang miskin yang
kelaparan, orang sakit yang tidak bisa berobat, orang yang telanjang yang tidak
memiliki pakaian, orang yang tertindas, dan orang yang jauh dari tanah airnya.
Aku sadar bahwa aku akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka semua di hari
kiamat nanti. Itulah yang membuatku menangis.”
Bandingkan dengan pemimpin zaman sekarang
yang justru berlomba-lomba menumpuk kekayaan, menikmati fasilitas mewah, dan
menutup mata terhadap penderitaan rakyat.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ketahuilah, setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawaban atas
kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengingatkan kita bahwa
kepemimpinan bukanlah tentang kekuasaan, melainkan tanggung jawab yang besar.
Pelajaran dari Kisah Umar bin Abdul Aziz
Hadirin yang dimuliakan Allah, dari kisah
Umar bin Abdul Aziz, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil:
1. Kepemimpinan adalah amanah, bukan
kehormatan.
Seorang pemimpin sejati tidak mencari
kemuliaan dunia, tetapi mencari keridhaan Allah.
2. Keadilan adalah kunci kesejahteraan.
Kemiskinan terjadi bukan karena kurangnya
sumber daya, tetapi karena ketidakadilan dalam distribusinya.
3. Pemimpin harus hidup sederhana dan
berpihak kepada rakyat.
Seorang pemimpin yang lebih mementingkan
kemewahan diri sendiri tidak akan pernah bisa merasakan penderitaan rakyatnya.
4. Ketakwaan membawa keberkahan.
Ketika pemimpin dan rakyat bertakwa kepada
Allah, keberkahan akan turun dan menghapus kesulitan.
Hadirin sekalian,
Hari ini kita hidup di zaman di mana
banyak pemimpin justru menjadi beban bagi rakyatnya, bukan pelindung dan
pelayan mereka. Kisah Umar bin Abdul Aziz adalah cermin bagi kita semua, baik
bagi para pemimpin maupun bagi kita sebagai rakyat yang harus memilih dan
mendukung pemimpin yang jujur dan amanah.
Mari kita berdoa agar Allah mengaruniakan
kepada kita pemimpin yang jujur, adil, dan takut kepada-Nya, sehingga
keberkahan turun dan kemiskinan benar-benar bisa terhapus, sebagaimana yang
terjadi di zaman Umar bin Abdul Aziz.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ لَنَا قَادَةً يَخَافُونَكَ
وَيَعْمَلُونَ بِالْعَدْلِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي بِلَادِنَا وَأَرْزَاقِنَا، آمِينَ
يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
"Ya Allah, berikanlah kami pemimpin
yang takut kepada-Mu dan menegakkan keadilan, serta limpahkanlah keberkahan di
negeri dan rezeki kami. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin."
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.