-------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 25 Maret 2025
Kultum Ramadhan:
Mengalahkan Dendam
dengan Cinta: Nabi Yusuf dan Saudaranya
Oleh: Furqan Mawardi
(Muballigh Akar Rumput)
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, wa bihi
nasta’in, wa ‘ala umurid dunya wa’d-din. Wassalatu wassalamu ‘ala Sayyidina
Muhammadin, wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Setiap manusia pasti pernah disakiti.
Kadang luka itu datang dari orang yang paling kita percayai, bahkan dari
keluarga sendiri. Pengkhianatan, fitnah, dan kezaliman sering kali membuat hati
kita terluka, dan dalam hati muncul keinginan untuk membalas. Namun, dalam
ajaran Islam, memaafkan bukanlah tanda kelemahan, tetapi bukti keagungan jiwa.
Salah satu kisah yang paling indah dalam
Al-Qur’an tentang kesabaran, keteguhan hati, dan kekuatan cinta yang
mengalahkan dendam adalah kisah Nabi Yusuf عليه السلام. Seorang pemuda yang
mengalami pengkhianatan dari saudara-saudaranya, namun pada akhirnya memilih
memberikan maaf dan cinta, bukan balas dendam.
Mari kita renungkan kisah ini, yang bukan
hanya sekadar cerita sejarah, tetapi juga pelajaran hidup bagi kita semua.
Nabi Yusuf عليه السلام adalah seorang anak
yang istimewa. Sejak kecil, beliau sudah menunjukkan kecerdasan, akhlak yang
mulia, serta ketampanan yang luar biasa. Ayahnya, Nabi Ya’qub عليه السلام,
sangat mencintainya. Namun, kasih sayang yang besar dari seorang ayah kepada
anaknya justru menimbulkan kecemburuan dan kebencian di hati
saudara-saudaranya.
Mereka merasa bahwa kasih sayang ayah
lebih condong kepada Yusuf, sehingga mereka berkata:
إِذْ قَالُوا۟ لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَىٰ
أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِى ضَلَٰلٍۢ مُّبِينٍ
“Ketika mereka berkata, 'Sesungguhnya
Yusuf dan saudaranya lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita, padahal kita
adalah kelompok yang kuat. Sesungguhnya ayah kita benar-benar dalam kesesatan
yang nyata'.” (QS. Yusuf: 8)
Rasa iri ini berkembang menjadi dendam,
dan dendam yang tak dikendalikan membuat seseorang lupa akan nilai-nilai
kebaikan. Mereka akhirnya merencanakan sesuatu yang keji, yakni membuang Yusuf
agar ia hilang dari kehidupan mereka.
Setelah berbagai musyawarah, mereka
memutuskan untuk membuang Yusuf ke dalam sumur yang gelap dan dalam, kemudian
mereka pulang ke rumah dengan membawa baju Yusuf yang telah mereka lumuri darah
palsu. Mereka berkata kepada ayahnya:
وَجَآءُو عَلَىٰ قَمِيصِهِۦ بِدَمٍۢ كَذِبٍۢ
ۚ
“Dan mereka datang membawa baju Yusuf
dengan darah palsu…” (QS. Yusuf: 18)
Kita bisa membayangkan perasaan seorang
anak yang masih belia, ditinggalkan di dasar sumur tanpa seorang pun yang
peduli. Ia dikhianati oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya. Namun, di
dalam kegelapan sumur itu, Yusuf tidak berputus asa. Ia tetap bersandar kepada
Allah.
Hadirin yang berbahagia,
Allah tidak membiarkan hamba-Nya yang
shaleh tersia-sia. Seiring waktu, Yusuf عليه السلام diselamatkan oleh
sekelompok kafilah dagang yang melewati sumur tersebut. Ia kemudian dijual
sebagai budak di Mesir, lalu diperbudak, difitnah, dan akhirnya dipenjara.
Namun, berkat kesabaran dan keteguhan
imannya, Allah mengangkatnya dari seorang budak menjadi seorang penguasa Mesir.
Allah berfirman:
وَكَذَٰلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِى ٱلْأَرْضِ
يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَآءُ ۚ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَن نَّشَآءُ ۖ وَلَا
نُضِيعُ أَجْرَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan
kepada Yusuf di negeri (Mesir); dia berkuasa di mana saja dia kehendaki. Kami
limpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki, dan Kami tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 56)
Suatu hari, saudara-saudaranya yang dahulu
mengkhianatinya datang ke Mesir untuk meminta bantuan pangan. Mereka tidak
menyadari bahwa penguasa yang mereka hadapi adalah Yusuf!
Ketika saatnya tiba, dan Yusuf عليه السلام
mengungkapkan jati dirinya, saudara-saudaranya sangat ketakutan. Mereka
menyadari kesalahan mereka, dan mereka yakin bahwa Yusuf pasti akan membalas
dendam.
Namun, Yusuf berkata dengan penuh
kelembutan:
لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ ٱلْيَوْمَ ۖ يَغْفِرُ
ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ
“Tidak ada celaan atas kamu pada hari ini.
Semoga Allah mengampuni kamu, dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para
penyayang.” (QS. Yusuf: 92)
Subhanallah! Yusuf memilih untuk
memaafkan, bukan membalas dendam. Ini sebuah pelajaran besar bahwa cinta lebih
kuar dari dendam
Hadirin yang berbahagai
Dari kisah ini, kita belajar bahwa
memaafkan adalah kemenangan sejati.
Berapa banyak orang yang hidup dengan
dendam di hatinya?
Berapa banyak keluarga yang hancur karena
enggan memaafkan?Padahal Allah berfirman:
وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ
ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya
dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang
berbuat kebaikan.” (QS. Ali 'Imran: 134)
Bagaimana kita bisa meneladani Nabi Yusuf عليه
السلام dalam kehidupan kita?
1. Belajarlah untuk memaafkan, terutama
kepada keluarga kita sendiri.
2. Jangan biarkan dendam merusak
kebahagiaan kita.
3. Percayalah bahwa Allah memiliki rencana
terbaik bagi kita.
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Marilah kita jadikan cinta dan kasih
sayang sebagai pegangan dalam hidup kita. Karena, Allah tidak akan
menyia-nyiakan hamba-Nya yang penuh kasih dan pemaaf.
Semoga kita bisa meneladani Nabi Yusuf,
menjadikan hati kita luas seperti samudra, dan menjadikan cinta lebih kuat dari
dendam.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ
وَبَرَكَاتُهُ.