![]() |
“Musa berkata, 'Mengapa engkau melubangi perahu itu? Apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat berbahaya!” (QS. Al-Kahfi: 71) |
-------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 20 Maret 2025
Kultum Ramadhan:
Saat Ilmu Diuji
(Belajar dari Pertemuan Nabi Musa dan Nabi
Khadir)
Oleh: Furqan Mawardi
(Muballigh Akar Rumput) Saat Ilmu Diuji
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan seluruh
pengikutnya hingga akhir zaman.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Ilmu adalah cahaya yang membimbing manusia
menuju kebenaran. Namun, seberapa pun tingginya ilmu seseorang, selalu ada yang
lebih tahu. Bahkan seorang nabi pun masih perlu belajar. Kisah Nabi Musa dan Nabi
Khadir adalah pengingat bagi kita bahwa ilmu bukan sekadar tentang mengetahui,
tetapi juga tentang memahami, bersabar, dan merendahkan hati dalam mencarinya.
Kisah ini terdapat dalam Surat Al-Kahfi
ayat 60-82. Allah SWT mengabadikan perjalanan luar biasa seorang Nabi yang
diuji kesabarannya dalam menuntut ilmu.
Awal Perjalanan: Keinginan Nabi Musa untuk
Belajar
Nabi Musa adalah seorang nabi ulul azmi,
pemimpin Bani Israil, dan seseorang yang telah menerima wahyu langsung dari
Allah. Namun, suatu ketika ia bertanya, “Adakah di muka bumi ini orang yang
lebih berilmu dariku?” Lalu Allah SWT mengabarkan bahwa ada seorang hamba yang
memiliki ilmu khusus yang tidak dimiliki Nabi Musa, yaitu Khadir ‘alaihissalam.
Allah berfirman:
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَىٰهُ لَآ أَبْرَحُ
حَتَّىٰٓ أَبْلُغَ مَجْمَعَ ٱلْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِىَ حُقُبًۭا
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada
muridnya, 'Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua
lautan atau aku akan berjalan dalam waktu yang lama.” (QS. Al-Kahfi: 60)
Lihatlah, seorang nabi yang telah menerima
wahyu masih bersemangat mencari ilmu. Ini adalah pelajaran bagi kita bahwa
tidak ada batas dalam menuntut ilmu.
Setelah perjalanan panjang, Nabi Musa akhirnya
bertemu dengan Khadir. Namun, ia diingatkan bahwa ia tidak akan bisa bersabar
dalam perjalanan ini.
1. Perahu yang Dirusak,
Saat menaiki perahu bersama nelayan
miskin, tiba-tiba Khadir merusak perahu itu. Nabi Musa langsung protes:
قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ
جِئْتَ شَيْـًۭٔا إِمْرًۭا
“Musa berkata, 'Mengapa engkau melubangi
perahu itu? Apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah
melakukan sesuatu yang sangat berbahaya!” (QS. Al-Kahfi: 71)
Namun, Khadir tetap diam dan mengingatkan
bahwa Musa tidak akan mampu bersabar.
2. Anak yang Dibunuh.
Di perjalanan berikutnya, Khadir tiba-tiba
membunuh seorang anak kecil. Nabi Musa AS pun semakin heran dan bertanya:
قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًۭا زَكِيَّةًۢ بِغَيْرِ
نَفْسٍۢ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْـًۭٔا نُّكْرًۭا
“Musa berkata, 'Mengapa engkau membunuh
jiwa yang suci, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah
melakukan sesuatu yang sangat mungkar!” (QS. Al-Kahfi: 74)
Namun, Khadir tetap mengingatkan bahwa
Nabi Musa AS tidak akan mampu bersabar.
3. Tembok yang Ditegakkan
Saat memasuki sebuah desa yang penduduknya
pelit dan tidak mau menjamu mereka, Khadir justru memperbaiki tembok sebuah
rumah yang hampir roboh. Nabi Musa AS kembali bertanya:
قَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًۭا
“Musa berkata, 'Kalau engkau mau, tentu
engkau bisa meminta upah untuk itu!” (QS. Al-Kahfi: 77)
Karena Nabi Musa sudah tiga kali bertanya,
Khadir pun mengungkapkan rahasia di balik semua perbuatannya.
Hikmah di Balik Tiga Peristiwa
1. Perahu yang dirusak ternyata untuk
menyelamatkan nelayan miskin. Jika perahu itu tetap utuh, raja zalim akan
merampasnya.
2. Anak yang dibunuh ternyata akan tumbuh
menjadi anak durhaka yang akan mencelakakan orang tuanya yang saleh.
3. Tembok rumah yang diperbaiki menyimpan
harta dua anak yatim. Jika tembok itu runtuh, orang-orang zalim akan mengambil
harta mereka.
Semua yang tampak buruk di mata manusia
ternyata adalah kebaikan di sisi Allah
Pelajaran Besar dari Kisah Ini:
1. Ilmu Allah Tidak Terbatas
Apa yang tampak buruk bagi kita bisa jadi
adalah bentuk kasih sayang Allah yang belum kita pahami. Oleh karena itu,
jangan terburu-buru menilai takdir Allah.
Allah berfirman:
وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ
خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ
يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk
bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:
216)
2. Jangan Pernah Merasa Paling Tahu.
Nabi Musa yang merupakan nabi masih harus
belajar. Apalagi kita, manusia biasa. Jangan pernah merasa cukup dengan ilmu
yang dimiliki, tetapi teruslah belajar dengan rendah hati.
3. Kesabaran dalam Menuntut Ilmu. Sering
kali ilmu yang kita cari bertentangan dengan logika dan pengalaman kita. Namun,
jangan terburu-buru menolaknya. Butuh kesabaran dan kebijaksanaan untuk
memahami hikmah di balik setiap ilmu yang Allah ajarkan kepada kita.
4. Tawakal kepada Allah dalam Menghadapi
Hidup. Sering kali kita merasa bahwa hidup ini tidak adil. Mengapa kita diuji?
Mengapa doa kita belum dikabulkan? Padahal, bisa jadi Allah sedang menyiapkan
sesuatu yang jauh lebih baik dari yang kita bayangkan.
Hadirin jamaah sekalian yang dicintai oleh
Allah,
Ketika mengalami kegagalan, jangan
buru-buru berprasangka buruk kepada Allah. Bisa jadi Allah sedang melindungi
kita dari sesuatu yang lebih buruk. Dalam menghadapi perbedaan pendapat, jangan
mudah merasa paling benar. Dengarkan, pelajari, dan renungkan dengan hati yang
terbuka. Jangan buru-buru menyimpulkan sesuatu dari sudut pandang sempit.
Kehidupan ini penuh dengan rahasia Allah yang baru akan kita pahami di kemudian
hari.
Jamaah yang dirahmati Allah, mari kita
belajar dari Nabi Musa bahwa menuntut ilmu bukan sekadar mengetahui, tetapi
juga memahami, bersabar, dan merendahkan hati. Jangan buru-buru menilai takdir
Allah, karena di balik yang tampak buruk, ada hikmah besar yang sedang Allah
siapkan untuk kita.
اللَّهُمَّ زِدْنَا عِلْمًا نَافِعًا، وَارْزُقْنَا
فَهْمًا صَحِيحًا، وَثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَوَاضِعِينَ
فِي طَلَبِ الْعِلْمِ.
Artinya: “Ya Allah, tambahkanlah kami ilmu
yang bermanfaat, berikanlah kami pemahaman yang benar, teguhkan hati kami di
atas agama-Mu, dan jadikanlah kami orang-orang yang rendah hati dalam menuntut
ilmu.”
Aamiin, ya Rabbal 'alamin. Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.***