![]() |
Jangan jadikan Ramadhan sebagai satu-satunya bulan ibadah, sementara setelah itu kita kembali lalai. Ramadhan bukan titik akhir, tetapi awal dari perjalanan spiritual yang lebih baik. |
-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 29 Maret 2025
Kultum Ramadhan:
Saatnya Muhasabah: Ramadhan Mengubah Kita atau Sekadar Lapar dan Dahaga?
Oleh: Furqan Mawardi
(Muballigh Akar Rumput)
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُه
Segala puji bagi Allah ﷻ, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Ramadhan adalah bulan yang begitu istimewa. Setiap tahunnya, kita menyambutnya dengan semangat tinggi. Masjid-masjid penuh, mushaf Alquran tak lepas dari genggaman, sedekah mengalir deras, dan doa-doa mengangkasa. Namun kini, Ramadhan hampir berlalu. Saatnya kita bertanya kepada diri sendiri: Apakah Ramadhan benar-benar mengubah kita? Ataukah ia hanya meninggalkan rasa lapar dan dahaga?
Allah berfirman dalam Alquran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Tujuan utama puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi membentuk ketakwaan. Ketakwaan bukan hanya diukur dari banyaknya ibadah, tetapi juga dari bagaimana akhlak kita berubah.
Jika setelah Ramadhan kita tetap mudah marah, tetap bergosip, tetap bermaksiat, dan tetap tidak peduli dengan orang lain, maka kita perlu bertanya: Apakah puasa kita benar-benar mengubah hati kita?
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga." (HR. Ibnu Majah)
Maka, Ramadhan seharusnya mengubah kita. Ramadhan seharusnya menjadikan kita lebih lembut, lebih sabar, lebih pemaaf, dan lebih bertakwa.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Selama Ramadhan, kita terbiasa bangun malam untuk sahur dan shalat tahajud. Kita terbiasa membaca Alquran setiap hari. Kita terbiasa bersedekah tanpa ragu. Apakah kebiasaan ini akan terus berlanjut setelah Ramadhan?
Jangan sampai Ramadhan berlalu, lalu mushaf Alquran kita kembali berdebu. Jangan sampai Ramadhan pergi, lalu shalat malam menjadi asing bagi kita. Jangan sampai Ramadhan usai, lalu masjid kembali sepi. Jika demikian, bukankah itu tanda bahwa Ramadhan hanya meninggalkan lapar dan dahaga?
Dulu, para sahabat setelah Ramadhan justru semakin semangat dalam ibadah. Mereka memahami bahwa Ramadhan adalah batu loncatan, bukan sekadar fase sementara. Mereka menjaga ruh Ramadhan agar tetap hidup di luar bulan suci ini.
Allah berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan (kematian)." (QS. Al-Hijr: 99)
Jangan jadikan Ramadhan sebagai satu-satunya bulan ibadah, sementara setelah itu kita kembali lalai. Ramadhan bukan titik akhir, tetapi awal dari perjalanan spiritual yang lebih baik.
Hadirin rahimani warahimakumullah
Bulan ini mengajarkan kita untuk berbagi, peduli, dan merasakan penderitaan orang lain. Kita banyak bersedekah, kita lebih ramah, dan kita lebih peduli dengan fakir miskin. Namun, apakah kepedulian ini akan tetap ada setelah Ramadhan?
Jangan sampai setelah Ramadhan kita kembali menjadi pribadi yang egois, hanya peduli dengan diri sendiri. Jika saat Ramadhan kita bisa menyisihkan harta untuk fakir miskin, mengapa setelah Ramadhan kita tidak bisa? Jika selama Ramadhan kita lebih ramah kepada orang tua, pasangan, dan anak-anak, mengapa setelah Ramadhan kita kembali kasar dan abai?
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
"Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Thabrani)
Ramadhan seharusnya meninggalkan jejak dalam hubungan sosial kita. Jika kita tetap dermawan, tetap lembut dalam berbicara, tetap menghormati orang lain, maka itu tanda bahwa Ramadhan benar-benar mengubah kita.
Muhasabah Diri di Akhir Ramadhan
Hadirin sekalian, saat Ramadhan berlalu, ada dua jenis manusia:
1. Orang yang berubah menjadi lebih baik, ia keluar dari Ramadhan dengan jiwa yang lebih bersih, ibadah yang lebih kuat, dan hubungan sosial yang lebih baik.
2. Orang yang kembali ke kebiasaan lama, ia keluar dari Ramadhan tanpa ada perubahan. Ramadhan hanya meninggalkan rasa lapar dan dahaga, tanpa bekas dalam jiwanya.
Mari kita muhasabah diri. Ramadhan bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi tentang bagaimana kita menjadi pribadi yang lebih baik. Jika kita ingin tahu apakah Ramadhan kita diterima, lihatlah bagaimana kita setelah Ramadhan. Jika kita tetap istiqamah dalam ibadah, tetap rendah hati, tetap dermawan, dan tetap menjaga hati dari dosa, maka insyaAllah Ramadhan kita bukan sekadar lapar dan dahaga.
Semoga Allah menerima amal ibadah kita di bulan Ramadhan ini dan menjadikannya sebagai titik awal menuju kehidupan yang lebih bertakwa. آمِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ