-----
Kamis, 24 April 2025
Dosen UMAM Bawakan
Kuliah AI, ChatGPT dan Linguistik Forensik di Unismuh Makassar
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA).
Puluhan mahasiswa Fakultas Hukum dan mahasiswa Program Pascasarjana (PPs)
Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar mengikuti kuliah internasional dari
dosen Universitas Muhammadiyah Malaysia (UMAM) Assoc. Prof. Dwi Santoso, PhD,
di Aula Fakultas Teknik Lantai 3 Menara Iqra Kampus Unismuh Makassar, Kamis, 24
April 2025.
Dwi Santoso membawakan kuliah dengan tema “AI,
ChatGPT dan Linguistik Forensik Tantangan Baru dalam Pendidikan”.
Kuliah internasional dibuka oleh Wakil
Rektor IV Dr Burhanuddin, dan dihadiri Dekan Fakultas Hukum Unismuh Dr St
Saleha Madjid MHI, Dekan Fakultas Teknik Dr Ir Hj Nurnawaty ST MT IPM, Kaprodi
S2 Pendidikan Bahasa Inggris Dr Radiah Hamid MPd, Kaprodi S3 Pendidikan Agama
Islam Prof Bahaking Rama, serta Kepala Lembaga Pengembangan Bahasa, Kerjasama
dan Urusan Internasional (LPBKUI) Maharida Manidar MPd.
Wakil Rektor IV Dr Burhanuddin dalam
sambutannya mengatakan, kuliah internasional yang digelar ini merupakan bagian
dari upaya Unismuh Makassar menuju World Class University (WCU) atau
universitas kelas dunia.
“Kita kawal Unismuh Makassar masuk dalam world
class university,” kata Burhanuddin seraya menambahkan bahwa Unismuh Makassar
sudah menghasilkan ratusan jurnal terindeks Scopus.
Dalam kuliahnya, Dwi Santoso mengatakan, kecerdasan
buatan (AI), khususnya dalam bentuk ChatGPT, telah menjadi bagian dari
kehidupan akademik. Ia membawa manfaat luar biasa dalam pembelajaran, namun
juga tantangan serius dalam hal orisinalitas dan etika.
“Di sisi lain, linguistik forensik sebagai
ilmu yang menganalisis bahasa dalam konteks hukum, kini menemukan relevansi
baru dalam era digital ini,” kata Dwi.
ChatGPT adalah contoh dari LLM (Larga
Language Modal), model kecerdasan buatan yang belajar dari miliaran teks. Ia
bisa meniru, menjawab, dan bahkan menulis seperti manusia.
“Kemampuan ChatGPT menciptakan teks sangat
mirip dengan manusia membuka potensi untuk edukasi dan produktivitas, tapi juga
potensi penipuan, manipulasi atau plagiat,” kata Dwi.
Dalam linguistik forensik, lanjutnya, Artificial
Intelligence (AI) seperti ChatGPT, kini dapat membantu dalam menganalisis gaya
bahasa seseorang (stylometry), mendeteksi plagiarisme atau deepfake text, mengidentifikasi
penulis anonim, dan mendeteksi ujaran kebencian atau ancaman di media sosial.
Di sisi lain, dalam hal implikasi kurikulum,
pendidikan linguistik dan hukum harus beradaptasi dengan cara kurikulum harus
memasukkan etika penggunaan AI, mahasiswa perlu dilatih mengkritisi dan
memverifikasi teks digital, serta perlunya interdisipliner terkait hukum,
linguistik dan teknologi informasi (IT).
“Dari segi potensi positif AI untuk pendidikan,
AI bisa menjadi alat bantu analisis teks hukum, mengakses ribuan dokumen dalam
hitungan detik, dan membuat simulasi kasus linguistik forensik. Ia juga bisa
berguna dalam mengajarkan mahasiswa tentang variasi bahasa, register, dan
struktur sintaksis secara interaktif,” tutur Dwi.
Selanjutnya Dwi menyebutkan tantangan etis
dan akademik dengan hadirnya AI, mahasiswa bisa menggunakan AI untuk membuat
seluruh tugas, sulit membedakan mana karya asli dan mana buatan mesin, AI bisa
bias karena belajar dari data tidak netral, serta dosen dan penguji harus punya
strategi untuk mengimbangi kecanggihan ini.
Di sela perkuliahan dan di akhir
perkuliahan, Dwi Santoso membuka sesi tanya jawab yang dimanfaatkan beberapa
mahasiswa mengajukan pertanyaan dan jawaban timbal-balik. (zak)